Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

30hari30film: Moulin Rouge! (2001)


18 Ramadhan 1433 H


Moulin Rouge! adalah film garapan Baz Luhrmann yang mengambil latar tahun 1899 dimana Prancis tengah mengalami suatu era yang bernama La Belle Epoque. La Belle Epoque, atau sering disebut juga Age of Beauty, adalah periode ketika Prancis berada pada kejayaan khususnya di bidang seni. Di musik, mereka melahirkan Claude Debussy dan Eric Satie. Di seni rupa, ada Henry Matisse, Edgar Degas, dan Henry de Toulouse-Lautrec. Selain menjadi kiblat seni, kota Paris pun menjadi perhatian di bidang hiburan malam. Orang-orang kaya berbondong-bondong menyaksikan suatu pertunjukkan kabaret yang bernama Moulin Rouge.

Film Moulin Rouge! berpusat pada seorang penulis bernama Christian (Ewan McGregor). Dalam keheningan kota Paris, ia menengok kembali ke masa lalunya, ketika berjumpa wanita penghibur bernama Satine (Nicole Kidman). Perjumpaan itu terjadi ketika Christian menyambangi Moulin Rouge yang merupakan pertunjukkan kabaret yang mahsyur di masa itu. Namun cinta Christian bukanlah tanpa hambatan. Sebagai wanita penghibur, Satine sudah “dibeli” oleh seorang bangsawan yang dijuluki “The Duke of Monroth”. Disinilah dilema terjadi –dilema percintaan yang sepertinya sudah umum-, ketika Christian yang berasal dari kalangan biasa-biasa, mesti memperebutkan cinta Satine dengan seorang yang kaya dan berkuasa.

Film Moulin Rouge! tentu saja bukan hendak mengangkat jalan ceritanya yang sederhana. Film tersebut adalah drama musikal yang cukup spektakuler dan kontemporer. Kontemporer karena musik yang disajikan tidak hendak mengambil orisinalitas era La Belle Epoque. Penata musik Craig Armstrong dan Marius de Vries mengolasekan musik secara bebas mulai dari Smells Like a Teen Spirit-nya Nirvana, Roxanne-nya The Police, hingga All You Need is Love-nya The Beatles. Moulin Rouge! juga punya sinematografi yang unik dan menghibur. Membuat film berdurasi 127 menit itu tak aneh jika dianugerahi dua Oscar untuk Best Art Direction dan Best Costume Design.

Namun film ini bukan jalan masuk yang tepat untuk memahami semangat Prancis di jaman itu: Mulai dari La Belle Epoque, children of revolution, hingga semangat Bohemian (Meski konsep-konsep tersebut beberapa kali didengungkan dalam film). Pertama, karena film ini jelas bukan film sejarah. Kedua, semangat yang diangkat dalam Moulin Rouge! sudah menjadi spirit histeria ala Hollywood.

Rekomendasi: Bintang Empat

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...