Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
22 Ramadhan 1433 H
The Hidden Fortress –atau dalam versi Jepang disebut dengan Kakushi Toride no San Akunin- adalah
film yang digarap oleh sutradara legendaris Jepang, Akira
Kurosawa. The Hidden Fortress dibuat
empat tahun setelah Kurosawa membuat salah satu filmnya yang terkenal, Seven Samurai. Film ini diakui George
Lucas sebagai inspirasi terbesarnya dalam melahirkan salah satu film paling epik
dalam sejarah Hollywood:
Star Wars.
Pembukaan film berdurasi 139
menit ini mengingatkan pada bagian awal Star
Wars IV: A New Hope yakni dua robot bernama C-3PO dan R2-D2
yang sedang berbincang sambil berjalan di tengah gurun. Di The Hidden Fortress, yang tengah bercakap-cakap adalah dua petani bernama Tahei (Minoru Chiaki) dan Matasichi (Kamatari
Fujiwara). Kedua petani yang sering tidak akur ini, menemukan emas secara tidak
sengaja di dekat sungai. Penemuan emas itu diketahui oleh seorang samurai
ternama, Rokurota Makabe (Toshiro
Mofune) yang juga merupakan
pengawal dari Putri Yuki (Misa Uehara) dari keluarga Akizuki.
Emas tersebut sangat penting bagi
keluarga Akizuki dan harus diantarkan ke istana mereka segera. Rokurota tidak
membiarkan dua petani tersebut pergi, ia mengajak Tahei dan Matasichi agar
keduanya tidak membocorkan rahasia penting ini ke orang luar. Petualangan mengantar emas ke
istana inilah yang sangat menarik sekaligus mendebarkan. Pergulatan seru antara
keberanian Rokurota dengan kebodohan kedua petani yang sering tergoda untuk
kabur dan membawa emas.
Film ini menyuguhkan banyak
adegan seru yang ditopang sinematografi luar biasa. Contohnya adalah ketika
Rokurota mengejar tentara musuh dengan kuda. Untuk ukuran teknologi tahun
1950-an, Kurosawa berhasil menyuguhkan suatu teknik pengambilan gambar sekaligus
montage yang dahsyat –membuat
penonton merasa berada di atas laju derap kuda yang mengikuti aksi Rokurota-. The Hidden Fortress juga penuh kandungan filosofis, misalnya ketika Putri Yuki
menyanyikan kembali lagu yang ia dengarkan pada Festival
Api. Lirik lagu tersebut menggetarkan, mengandung pesan kehidupan yang
mendalam. Selain itu, music scoring
yang digarap oleh Masaru Sato pun begitu berhasil menopang adegan sehingga
kokoh dan berkesan. Meski pada mulanya didominasi terlalu banyak dialog, namun
film ini bisa dibilang sempurna. Film The
Hidden Fortress adalah seperti harta karun keluarga Akizuki: Bernilai tinggi –harus
ditemukan dan apresiasi bagi siapapun pecinta film berkualitas-.
Rekomendasi: Bintang Lima
Comments
Post a Comment