Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
21 Ramadhan 1433 H
Persona adalah film bergaya
film-noir dari sutradara legendaris
asal Swedia, Ingmar Bergman. Bergman cukup terkenal dengan karya-karya filmnya
yang absurd, filosofis, dan secara spesifik sering menyinggung tentang silence of God. Untuk memahami film-film
Bergman, penonton agaknya tidak bisa menontonnya hanya mengandalkan pengindraan
semata. Mesti ada sedikit suplemen, wawasan, atau kebiasaan berpikir filosofis
agar terlacak pesan apa yang dimaui sang sutradara. Hal tersebut tentu saja
berlaku juga untuk film Persona.
Persona, film berdurasi 85 menit ini berpusat pada dua orang saja. Pertama,
adalah perawat bernama Alma (Bibi Anderson) dan
pasiennya, Elisabet
Vogler (Liv Ullman), seorang artis. Vogler sehat secara fisik dan mental, namun
hal yang menyebabkan dia dirawat adalah satu: ia tak pernah bicara sepatah pun.
Sebaliknya, suster Alma
begitu ekstrovert. Selalu berbicara, bercerita, dan mengisahkan apa saja pada
sang pasien. Vogler tak pernah menanggapi, namun ia merespon dengan senyum dan
terkadang sentuhan.
Persona, yang merupakan film favorit penulis Susan
Sontag, merupakan film dengan latar minimalis: Selain keberadaan musik yang
hanya muncul sesekali, total pemeran dalam film tersebut hanya lima
orang, dengan penampil yang lain, -selain suster
Alma dan Elisabet Vogler- cuma muncul kurang dari semenit. Tidak
hanya percakapannya yang mengandung pesan kuat, melainkan juga pengambilan
gambarnya yang berulang kali menyejajarkan dan menyimetriskan wajah suster Alma dan Elisabet
Vogler. Apa artinya? Jangan-jangan, -interpretasi yang paling sederhana-
keduanya adalah orang
yang sama, namun dengan dua kepribadian yang berbeda.
Namun seperti biasanya film-film
Bergman, kita tidak akan mendapati jawaban semacam ini seperti halnya
menyaksikan film Fight Club dari
David Fincher. Meskipun sama-sama membicarakan alter-ego, namun Persona
lebih menyisakan misteri dan mengundang banyak diskusi. Misalnya, bagaimana
menjelaskan adegan pembuka film yang isinya merupakan montase dari mulai tangan
yang dipaku hingga penis yang sedang ereksi! Harus diakui, meski film ini susah dicerna, namun kita
bisa tetap merasakan sensasi kegelapannya.
Rekomendasi: Bintang Lima
Comments
Post a Comment