Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

30hari30film: Persona (1966)


21 Ramadhan 1433 H

 
Persona adalah film bergaya film-noir dari sutradara legendaris asal Swedia, Ingmar Bergman. Bergman cukup terkenal dengan karya-karya filmnya yang absurd, filosofis, dan secara spesifik sering menyinggung tentang silence of God. Untuk memahami film-film Bergman, penonton agaknya tidak bisa menontonnya hanya mengandalkan pengindraan semata. Mesti ada sedikit suplemen, wawasan, atau kebiasaan berpikir filosofis agar terlacak pesan apa yang dimaui sang sutradara. Hal tersebut tentu saja berlaku juga untuk film Persona.

Persona, film berdurasi 85 menit ini berpusat pada dua orang saja. Pertama, adalah perawat bernama Alma (Bibi Anderson) dan pasiennya, Elisabet Vogler (Liv Ullman), seorang artis. Vogler sehat secara fisik dan mental, namun hal yang menyebabkan dia dirawat adalah satu: ia tak pernah bicara sepatah pun. Sebaliknya, suster Alma begitu ekstrovert. Selalu berbicara, bercerita, dan mengisahkan apa saja pada sang pasien. Vogler tak pernah menanggapi, namun ia merespon dengan senyum dan terkadang sentuhan.

Persona, yang merupakan film favorit penulis Susan Sontag, merupakan film dengan latar minimalis: Selain keberadaan musik yang hanya muncul sesekali, total pemeran dalam film tersebut hanya lima orang, dengan penampil yang lain, -selain suster Alma dan Elisabet Vogler- cuma muncul kurang dari semenit. Tidak hanya percakapannya yang mengandung pesan kuat, melainkan juga pengambilan gambarnya yang berulang kali menyejajarkan dan menyimetriskan wajah suster Alma dan Elisabet Vogler. Apa artinya? Jangan-jangan, -interpretasi yang paling sederhana- keduanya adalah orang yang sama, namun dengan dua kepribadian yang berbeda.

Namun seperti biasanya film-film Bergman, kita tidak akan mendapati jawaban semacam ini seperti halnya menyaksikan film Fight Club dari David Fincher. Meskipun sama-sama membicarakan alter-ego, namun Persona lebih menyisakan misteri dan mengundang banyak diskusi. Misalnya, bagaimana menjelaskan adegan pembuka film yang isinya merupakan montase dari mulai tangan yang dipaku hingga penis yang sedang ereksi! Harus diakui, meski film ini susah dicerna, namun kita bisa tetap merasakan sensasi kegelapannya.

Rekomendasi: Bintang Lima  

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...