Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Untuk Sahabatku, Para Asketik!


Saya bertemu Bilawa Ade Respati pertama kali di Jalan Teri. Itu adalah tempat dimana kami sama-sama belajar gitar pada sang guru, Ridwan B. Tjiptahardja. Saya terkagum dengan permainan gitarnya, ia memainkan lagu karya J.K. Mertz berjudul Elegie. Lebih hebat lagi, orang yang kelak saya panggil Bil itu, saat itu masih berstatus anak SMA. Sedangkan Diecky? Ya, Diecky saya temui di dekat aula RS Santo Borromeus. Waktu itu ia tengah membangun komunitas bernama Classical Guitar Community (CGC) yang kebetulan tampil di seminar yang mengundang Dieter Mack (musikolog  asal Jerman) untuk membahas tentang periodisasi musik klasik (kalau tidak salah).

Bilawa adalah orang yang mula-mula akrab dengan saya. Ia ternyata merupakan pribadi yang hangat tapi juga sekaligus mendalam. Caranya berpikir begitu aneh untuk anak seumurnya. Bilawa adalah seperti orang yang menanggung beban dunia -gerak-geriknya begitu penuh pemikiran dan segala ucapannya selalu menimbulkan kerut kening-. Hal tersebut membuat kawan saya, Pirhot, menjulukinya sebagai The Chosen One, mengacu pada julukan bagi Anakin Skywalker di film Star Wars. Kami banyak bekerjasama terutama dalam membangun komunitas KlabKlassik. Saya ingat dengan jernih sekali, bahwa kami bertiga (bersama dengan Pirhot), mengelem pin di tengah malam. Untuk apa gerangan? Sebagai bagian dari persiapan konser perdana KlabKlassik bertajuk Classicares: Classical Concert for Charity.

Diecky kehadirannya adalah bagai pencuri di tengah malam. Ia jarang berbicara dan juga sedikit sekali berekspresi tentang sesuatu. Namun kehadirannya diam-diam mengambil barang berharga. Yang ia curi adalah perhatian segenap awak KlabKlassik. Kehadiran Diecky menjadikan KlabKlassik yang tadinya berpusat pada permainan teknis musik belaka, menjadi punya landasan filosofis. Diecky mengajak kita semua berpikir, merenungkan, dan menyatakan sikap tentang apa yang dimaui dalam komunitas ini. Jangan sampai KlabKlassik menjadi bagian dari hingar bingar saja, yang nantinya lenyap ditelan kerumunan yang lain.

Tapi saya tertipu jika apa yang dinilai kemudian adalah semata-mata bagaimana KlabKlassik hari ini menjadi baik sejak keberadaan mereka. Apa yang membuat saya begitu terpesona oleh keduanya adalah kenyataan bahwa baik Bilawa dan Diecky, keduanya adalah menjadi sahabat sekaligus saudara dalam posisinya di luar komunitas. Keduanya bagai pupuk yang menumbuhkembangkan jiwa sehingga saya merasa lebih kuat dan dewasa setiap harinya. Keduanya juga adalah cermin, yang membuat persahabatan bukan menjadi hanya sekedar tentang saling puji memuji semata. Disebut cermin karena: Diantara kami ada caci maki dan hujatan. Namun yang demikian bukan berujung pada dendam, melainkan sebaliknya, kembali pada keadaan saling mengasihi dan menyayangi.

Keduanya sekarang akan pergi. Bilawa, kemana dia? Ia pergi ke Jerman menempuh studi. Ia belum mau melepaskan beban kehidupan dari pundaknya, dan masih suka membawanya kemana-mana. Bilawa, boleh saya bilang, adalah seorang asketik sejati. Bilawa hanya belajar bagaimana dari tadinya menderita menjadi bahagia, meskipun yang ia panggul tetaplah objek berat yang sama. Ia pergi tiga tahun lamanya dan mengisyaratkan waktu kembali yang lebih lama dari itu karena ia juga tertarik untuk melanglangbuana pasca studi. Diecky akan menikah (selamat ya!) bulan September ini dan kemudian melanjutkan rumahtangganya di Pontianak dengan karir sebagai dosen. Ia pun sepertinya belum akan menghilangkan statusnya sebagai pencuri di malam hari. Keahliannya yang cantik ini saya ramalkan akan membuat seantero Kalimantan menoleh kepadanya dalam waktu singkat.

Selamat menempuh jalan asketik sahabat-sahabatku yang paling menawan. Ingat kata Gibran, bahwa sahabat adalah seperti gunung: Indah dipandang dari kejauhan.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...