Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Keindahan dalam Olahraga

 


Saat menonton siaran bulutangkis di saluran daring, saya ingat si komentator mengomentari permainan salah satu pemain yang bertanding, Kento Momota, "Para pemain akan silih berganti, tapi orang akan mengenang Momota sebagai pemain dengan permainan yang indah," ujarnya, sembari juga menyebut nama Roger Federer dari cabang olahraga tenis. 

Berdasarkan komentar si komentator itu, kita bisa melihat bahwa olahraga bukanlah perkara kemenangan dan prestasi saja, melainkan juga perkara keindahan. Kemenangan dan prestasi memang penting dan seolah menjadi tujuan utama dari olahraga, tetapi seorang atlet dikenang secara khas dalam benak banyak orang karena caranya bermain, yang mengandung di dalamnya "cara-cara mempermainkan". Mike Tyson memang hebat, bisa menumbangkan petinju lawan dengan cepat, tetapi Muhammad Ali dikenang secara lebih khas karena kemampuannya dalam meliuk-liuk, kakinya yang menari-nari cepat, serta pukulannya yang seperti lembut tapi mematikan. 

Sebelum Kento Momota, ada Taufik Hidayat (yang menjadi idola Momota) yang tak senang menghabisi lawan cepat-cepat, melainkan menikmati reli-reli panjang. Seperti mempermainkan lawan, sebelum dibunuh dalam satu momen yang pas. Bedakan dengan pemain badminton seperti Viktor Axelsen yang meski sulit sekali dikalahkan, tetapi rasa-rasanya permainannya tak seindah Momota. Ia cenderung memanfaatkan tinggi badannya untuk menjangkau bola-bola sulit dan menghabisi lawan secepat mungkin. Dalam tenis, pernah ada pemain bernama Ivo Karlovic yang tak punya banyak ide untuk mengalahkan lawan kecuali dengan mengandalkan smash keras dan pukulan voli. 

Berlaku juga bagi permainan tim. Barcelona di era kejayaan Messi-Xavi-Iniesta bukanlah tipe tim yang senang membunuh lawan secara cepat, melainkan mesti lewat perjalanan operan yang rumit sembari menemukan celah dengan sabar. Pada level fanatisme, mungkin kita tak peduli bagaimana cara-cara pemain/ tim kesayangan kita bisa meraih kemenangan. Yang penting menang, titik. Namun dalam level penonton yang menikmati permainan secara keseluruhan, kita akan lebih mengenang mereka yang mampu bermain dengan keindahan, yakni mereka yang melihat permainan bukan sekadar untuk "diselesaikan", melainkan dinikmati. Ia bukanlah sekadar menjalani aturan permainan, melainkan menjadi permainan itu sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...