Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Makanan


Gara-gara jualan kuliner, saya jadi rajin nonton-nonton acara kuliner di Youtube. Acara yang saya senangi dari dulu adalah acara yang isinya adalah orang makan makanan "aneh". Aneh dalam artian tak lazim untuk suatu budaya, berupa makan makanan yang dianggap menjijikkan untuk budaya lain tersebut. Misalnya, orang Barat makan duren atau makan balut (telur berisi janin bebek yang akan menetas). Saya senang melihat reaksi orang yang makan itu, antara dia merasa jijik, khawatir, tapi sekaligus mesti terlihat menghargai budaya lokal setempat, demi tujuan lain yang tentu saja kita tahu: agar kontennya digemari penonton. 

Mungkin ada sensasi tersendiri dalam memakan makanan yang begitu asing. Semacam tantangan yang gawat, bahkan bisa dipandang sebagai pertaruhan hidup dan mati. Makan sushi ikan buntal misalnya, salah-salah bisa lumpuh total. Makan keju casu marzu yang mengandung belatung, bisa-bisa bermasalah pada kulit dan pencernaan. Namun makan makanan "berbahaya" adalah sekaligus penghargaan terhadap kearifan. Tak bisa sembarang orang bisa mengiris ikan buntal agar terhindar dari racun. Tak semua pembuat makanan mampu menghasilkan casu marzu yang solid sekaligus aman. Mereka bukan pemasak yang dilahirkan dari sekadar menonton acara-acara masak di Youtube (seperti saya), tetapi memiliki suatu keyakinan bahwa apa yang diproduksinya adalah sekaligus mewariskan teknik-teknik terdahulu dari leluhurnya. Itu sebabnya, si Youtuber yang makan tak bisa sembarangan berkomentar meski apa yang disantapnya bisa jadi sangat membuatnya tidak nyaman. Seburuk apapun, dia harus membungkusnya dengan kata-kata yang halus dan tetap menonjolkan sisi positif dari makanan itu. 

Maka itu makanan tak lagi sekadar sarana pengenyang perut. Bayangkan makanan seperti balut atau kalajengking goreng yang tak lazim untuk budaya tertentu, pastilah memerlukan suatu "keberanian" khusus untuk bisa memasaknya. Keberanian itu belum tentu datang dari eksperimen coba-coba tanpa dasar sama sekali, melainkan diturunkan dari generasi ke generasi yang mungkin pernah mengolah makanan tersebut atas dasar suatu keterpaksaan (karena sedang tak ada lagi makanan lain) atau melakukan percobaan yang bukan tak mungkin memakan korban. Dalam makanan yang dianggap aman untuk dijual bebas dan dikonsumsi oleh orang awam, sangat mungkin di dalamnya pernah berlangsung sejarah panjang penuh derita dan pengorbanan. 

Makanan adalah karya seni yang menarik tetapi kerap diabaikan karena dipandang tak abadi, lewat di penginderaan lalu bertransformasi menjadi kotoran. Bandingkan dengan karya rupa atau musik yang abadi untuk diinderai berulang-ulang dan seolah menempel panjang di hati serta pikiran. Tetapi orang kerap lupa, dalam sebuah hidangan, ada pergulatan yang mungkin tak sederhana. Keabadiannya terletak dari kenyataan bahwa makanan yang "berhasil" pada akhirnya akan senantiasa diproduksi sepanjang zaman. Kegiatan makan adalah kegiatan abadi umat manusia. Tidak sebatas itu, makan, bagi manusia, tak pernah sekadar makan. Pada taraf tertentu, makan haruslah menjadi kegiatan yang ritualistik, menjadi penanda budaya tertentu, dan bahkan menantang bahaya. Memakan makanan tertentu dan tetap bertahan hidup adalah sebentuk ketahanan evolutif sekaligus penghargaan atas peradaban yang menjaga si makanan untuk tetap enak dan aman.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...