Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Aplikator dan Transparansi

 

Sudah sebulan saya berbisnis makanan. Tentu saja saya mengaktifkan fitur online supaya dagangan lebih ramai. Memang lumayan, tiap hari ada saja yang beli lewat aplikator layanan jasa antar makanan, meskipun jumlahnya belum bisa dikatakan ramai. Karena perasaan yang begitu senang setiap adanya orderan, saya mencoba berbagai fitur promo dan diskon yang ditawarkan aplikator. Pikiran saya, "Ah, gapapa dipotong biaya promosi dan diskon agak lumayan, yang penting ramai pemesan dulu." 

Memang promosi ini lumayan memberi dampak, karena bagaimanapun konsumen senang dengan potongan harga. Lama kelamaan, fitur promosi dan diskon ini makin menggiurkan. Ada yang menawarkan ruang untuk banner besar sehingga saat calon konsumen membuka aplikasi, langsung foto restoran saya yang terpampang. Bagaimana tidak menarik? Saya dengan latah mengklik saja karena yakin tampilan yang mencolok akan membuat makanan saya laku. Pembeli memang bertambah, tetapi apa yang terjadi? Suatu hari masuk biaya tagihan via e-mail yang besarnya bikin saya pusing. Saya harus membayar lima ratusan ribu pada aplikator. 

Rupanya ada hal yang luput saya pahami. Saya membayar pada aplikator untuk setiap klik yang dilakukan konsumen pada menu restoran kita. Klik tentu belum berarti membeli, sampai di sana saya tahu. Namun pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengetahui jumlah klik sebenarnya yang dilakukan konsumen? Konsumen bisa saja mengklik restoran kita seratus kali dan hanya melakukan satu kali pembelian. Namun dari mana kita tahu konsumen melakukan klik seratus kali? Tiba-tiba saja saya diharuskan membayar seratus kali klik itu, taruhlah per kliknya seribu rupiah, maka biayanya menjadi seratus ribu! Padahal pesanan yang masuk hanya satu, katakanlah senilai dua puluh lima ribu. 

Pesanan ke restoran saya memang bertambah, tapi tak sebanding dengan jumlah kliknya yang terus membumbung, sampai mencapai angka lima ratus ribuan. Mungkin pihak aplikator meminta saya untuk mengevaluasi: kenapa orang mengklik sebanyak itu tapi yang membeli jauh di bawahnya. Iya, tapi tetap saja, tahu dari mana bahwa jumlah klik terhadap restoran saya itu sedemikian banyaknya? Bukankah aplikator mengarang angka pun toh saya tidak bakalan tahu? Ini sama saja dengan dunia penerbitan dan dunia rekaman. Kita tidak pernah benar-benar tahu berapa buku atau rekaman yang terjual sebenarnya di pasaran. Yang kita terima hanya laporan yang entah benar atau dimanipulasi, yang pasti kita langsung menerima royalti sekian. 

Jadinya saya melepas fitur promo satu per satu dan hanya fokus pada promo yang memang terbukti meningkatkan penjualan secara signifikan. Bahkan saya terpikirkan untuk menaikkan harga gila-gilaan saja di aplikasi. Pemesan via aplikasi adalah hanya untuk mereka yang tak memusingkan perkara harga. Yang penting pesanan mereka diantarkan ke tujuan. Ide yang terakhir ini masih saya simpan, mungkin kelak dijalankan kalau penjualan offline sudah stabil. Namun pesan moralnya, jangan mudah tergiur serba serbi tawaran aplikator, padahal transparansinya sangatlah patut dipertanyakan.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...