Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Surat Cinta dari korea (8)

Sayangku, setelah seminggu lebih aku di sini, adakah yang berubah terhadap caraku berpikir? Ada. Terlebih tentang teknologi. Di sini, teknologi sangatlah canggih. Semua serba terprediksi, serba komputerisasi, serba cepat dan akurat. Segala aktifitas manusia betul-betul difasilitasi. Aku juga meralat ketika mengatakan sign system di sini jelek. Setelah bimbingan Rony dan akhirnya aku mencobanya sendiri, ternyata lama kelamaan aku sadar kalau sign system di sini sangatlah jelas! Dalam subway sekalipun, peta ditempelkan hampir di setiap kita mau menaiki tangga ke jalan raya. Ketika aku menuliskan ini aku baru saja pulang jalan-jalan sendiri untuk pertama kalinya, tidak ikut rombongan, dan sukses meskipun sempat nyasar-nyasar hingga kaki pegal-pegal.
Justify Full

Kembali ke teknologi. Apa sesungguhnya hakikat teknologi? Teknologi adalah sesuatu yang mempermudah kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang aku sebutkan adalah kebutuhan fisik. Dulu orang makan dengan berburu, tapi karena berburu berbahaya, mereka menemukan teknologi pertanian. Dulu orang kesana kemari menggunakan kuda, sekarang menggunakan mobil. Tapi apalah artinya semua itu kecuali berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan tubuh manusia. Tapi teknologi sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan spiritual manusia. Kebutuhan spiritual diraih bisa dengan vertikal maupun horizontal, bisa lewat Tuhan maupun manusia. Teknologi memudahkan segala, membuat semuanya bisa dilakukan sendiri, maka itu kadang-kadang hubungan dengan yang lain tak seberapa diperlukan.

Inilah yang kemudian aku bisa syukuri dari Indonesia. Kemanapun dimanapun, orang kita kerap senang berkumpul, ngobrol, nongkrong, yang mana segala itu merupakan suatu cara tersendiri untuk memenuhi kebutuhan batin. Orang kita (meskipun ini tentu saja generalisasi, karena sudah banyak diantara kita yang individualistis) begitu percaya bahwa kemiskinan tiada masalah selama jalinan tali persaudaraan masih kuat dengan sesama. Paling gampang adalah supir angkot di Bandung. Mereka jelas, dengan tetap menjadi supir angkot, kemungkinan memang tiada peningkatan signifikan dalam hidupnya. Tapi mereka merasa aman dan tenteram, berbagi rokok dan penumpang jika yang lain berkekurangan. Mereka percaya dengan memberi, akan menerima juga. Aku pernah lihat supir angkot yang digebuki karena ia ogah bersosialisasi. Ingin jadi individual, ingin berdikari.

Di sini, tempat yang aku sering kunjungi tentu saja subway. Orang-orang di subway, mungkin mirip dengan Trans Jakarta, hanya sibuk sendiri. Untungnya, di sini mereka sibuk sendiri menonton televisi dari HP, sedang di TJ mungkin orang sibuk sendiri merenungi nasib. Tidak ada tegur sapa, tidak ada saling memandang, tidak ada senyuman, dan hening tiada obrolan. Yang berisik cuma bunyi rel dan suara komputer digital yang bersahut-sahutan dengan pengumuman pemberhentian.


Inilah potret modernitas yang barangkali "sesungguhnya", ketika semua rapi jali, teratur, mekanik, dan manusia pun ikut mekanis. Ketika orang-orang merokok dalam waktu yang akurat (disini orang merokok seperti kepanasan oleh rokok itu sendiri sehingga dua menit sudah habis), ketika semua orang memakai standar waktu yang sama, ketika kehidupan bergantung pada ketepatan tibanya subway dan metro.

Jika nanti kita sudah bersama, jangan pernah lupa waktu untuk bercengkrama. Pada situasi itulah manusia bisa kembali mengenali dirinya. Dalam bercengkrama itu juga, jadilah manusia sebenarnya: marah, gembira, sedih, menangis, romantis. Jangan berbicara tentang fenomena apa adanya, jangan juga bercinta tanpa rasa, seolah memenuhi kebutuhan badan semata. Kita ini manusia, punya hasrat, gairah, dan cita-cita. Raih itu seolah-olah kita akan hidup seribu tahun lagi. Memikirkan berapa harga cabe jelas harus, tapi tetap letakkan impian di sudut hatimu. Terangi ia selalu, agar Tuhan akhirnya melirik jua.

Comments

  1. Siaaapp!!! Impian sudah kusebar,sinarilah bak lentera. :-)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...