Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Lingkaran

Kami yang terdiri dari beberapa pemilik dan pekerja lapak rutin nongkrong di sebuah warung di Batununggal nyaris setiap selesai foodcourt tutup. Apa yang dilakukan sepanjang nongkrong itu, ya begitu-begitu saja: bergosip, merokok, ngopi, makan paket sepuluh ribuan, dan kadang-kadang minum kalau sedang ada uang. Topik yang dibicarakan adalah seputaran omzet, kejadian tak biasa di foodcourt, kebijakan dari atas, atau kelakuan si ini si itu. 

Memang dalam sejumlah momen, ada pembahasan yang agak dalam, seperti orientasi seksual, pengalaman-pengalaman unik, dan sejarah kegagalan percintaan. Tetapi pembahasan semacam itu tak terlalu sering. Mungkin dianggap memerlukan konsentrasi tambahan, sementara pikiran ini sudah mumet. 

Dalam kondisi serumit apapun, merokok dan ngopi, kadang minum, adalah hal yang hampir wajib. Uang yang sedikit tak boleh disia-siakan untuk mengonsumsi barang-barang yang dipandang mampu menurunkan stres. Pengeluaran-pengeluaran pas nongkrong ini seringkali tak masuk akal jika dibandingkan dengan omzet harian. Namun bagi kami, sepertinya tak masalah selama bisa sesaat melegakan pikiran, sebelum bertempur lagi keesokan harinya. Bahasa gampangnya: "Gak apa-apa gak ada duit, yang penting nongkrong dulu. Nanti gimana nanti, besok gimana besok."

Saya sempat berpikir, apakah kondisi semacam ini begitu tidak produktif? Alih-alih menggunakan uang untuk menabung atau menyambung hidup, kami malah menghabiskannya untuk merokok dan mabuk-mabukan. Tetapi setelah dipikir-pikir, bukankah hal semacam ini terjadi di hampir semua kelas?

Pada kelas yang lebih atas, sama saja. Waktu luang, bagi sebagian orang, digunakan untuk berbelanja, makan enak (kadang pake paylater) juga mabuk-mabukan, sampai uang habis, seolah menjadi lingkaran tak ada putusnya: bekerja supaya bisa mabuk-mabukan, mabuk-mabukan supaya bisa bekerja. 

Tetapi kadang begitulah hal yang bisa dilakukan jika harapan untuk mengubah keadaan tak kunjung kelihatan. Menganggap hari-hari akan berjalan selalu sama, membuat kami merasa tak perlu berbuat sesuatu yang istimewa setiap harinya. Dorongan untuk mengubah keadaan kadang cuma bisa dibayangkan lewat sesuatu yang instan seperti menikah dengan pasangan kaya, dapat jackpot slot, atau pinjaman bank emok. Selebihnya, kami bekerja keras untuk membeli candu, demi melupakan sejenak kerasnya hidup itu sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...