Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Tentang Hari Valentine



Hari valentine bukanlah hari yang penting bagi saya. Namun sesekali tidak ada salahnya dirayakan, hanya sebagai lucu-lucuan, sebagai cara untuk memanifestasikan cinta dalam bentuk benda-benda. Valentine 2025 ini saya sedikit merayakan bersama pasangan, dengan memberikan hal-hal mainstream yaitu kue dan bunga. Dia terlihat senang sekali. Bukan semata-mata karena kue dan bunganya, tapi karena perayaan semacam itu tidak pernah terjadi selama sebelas tahun pernikahannya. Bunga dan kue memang begitu standar, bahkan cenderung dikomodifikasi berlebihan, tetapi secara fenomenologis bisa berarti, meski menye-menye. 

Tetapi apakah cinta itu, sehingga begitu penting diwujudkan dalam benda-benda? Mengapa benda itu menjadi bunga, menjadi coklat, menjadi kue? Bunga mungkin diasosiasikan dengan keindahan alamiah yang muncul sebagai momentum, yang kelak mati, tapi tetap terkenang untuk waktu yang panjang. Coklat dan kue mungkin karena rasanya yang manis, seperti perasaan cinta itu sendiri. Tentu kita bisa katakan bahwa asosiasi ini hanya konstruksi kapitalisme saja, tetapi mungkin juga ada sifat-sifat yang melekat dalam benda-benda itu yang cukup "representatif" untuk membendakan konsep abstrak bernama cinta. 

Hari Valentine tentu muncul sebagai perayaan atas konsep cinta seksual individual. Cinta seksual individual berkaitan dengan cinta eksklusif pada orang tertentu seolah-olah seksualitas hanya sahih dipraktikkan pada mereka yang diikat oleh komitmen entah itu pacaran atau pernikahan. Dalam riset Lewis Morgan yang dituliskan dalam buku Ancient Society (1977), cinta pada periode masyarakat sebelumnya tidak langsung berbentuk seksual individual - bahkan istilah cinta itu sendiri belum tentu demikian dikenal. Satu kelompok masyarakat bisa saja berhubungan seksual satu sama lain tanpa hubungan romantis - eksklusif. Dalam konsep masyarakat semacam ini, tak perlu ada ekspresi cinta yang dikomitmenkan. Sekadar ketertarikan saja sudah cukup dan tak perlu ada konteks "kepemilikan pribadi" dalam berpasangan. 

Poinnya, jenis masyarakat yang berkomitmen pada pasangan berdasarkan pilihan personal dan perasaan, menurut Friedrich Engels, baru muncul di Abad Pertengahan Eropa, bahkan hanya di kalangan tertentu. Sebelumnya, kalaupun ada yang dinamakan komitmen, hal yang menjadi pertimbangan adalah faktor sosial dan ekonomi. Maka menarik untuk menyadari bahwa cinta, sebagaimana kita kenal dan rayakan hari ini, adalah sesuatu yang relatif baru dalam sejarah manusia. Bukan karena manusia purba tidak bisa menyayangi, tapi karena bentuk institusi sosial dan relasi antarindividu belum mengarah pada gagasan tentang “satu hati, satu tubuh, satu jiwa” yang diikat oleh pilihan bebas. Engels menyebut bahwa cinta yang didasarkan pada perasaan personal justru lahir sebagai bentuk resistensi terhadap pernikahan yang bersifat transaksional—di mana perempuan diposisikan sebagai alat reproduksi dan pewaris garis keturunan laki-laki. Artinya, cinta romantik bukan sekadar bunga dan coklat, tetapi juga sejarah panjang perlawanan terhadap sistem. 

Namun tentu, zaman telah berubah. Cinta kini tidak lagi hanya soal resistensi, tapi juga komoditas. Coklat dikemas manis dengan pita merah muda, bunga dijual dengan markup harga tiga kali lipat menjelang 14 Februari. Toko-toko memproduksi "perasaan" dalam bentuk parcel. Tapi barangkali, cinta memang selalu butuh bentuk—dan hari Valentine menjadi salah satu arena terbesarnya. Di satu sisi, ini bisa kita kritik sebagai pembodohan massal yang dikendalikan pasar. Tapi di sisi lain, saya tidak bisa menepis rasa hangat saat pasangan saya tersenyum menerima kue dan bunga dari saya—benda-benda kecil yang membawa sejarah, harapan, dan sesuatu yang hampir punah: rasa terpilih. 

 Dan mungkin di situlah kekuatan cinta hari ini: bukan karena ia murni, tapi justru karena ia campuran dari begitu banyak lapisan—hasrat, kebutuhan, narasi masa lalu, trauma yang coba disembuhkan, dan harapan kecil yang ingin dirawat. Cinta tidak pernah hadir sendirian. Ia datang membawa kelas sosial, latar budaya, bahkan sistem ekonomi. Tapi ketika bunga itu diterima dengan tulus, ketika kue itu disantap bersama dengan sedikit tawa, maka komoditas bisa berubah jadi momen. Dan momen, betapapun singkatnya, bisa lebih abadi dari ideologi.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...