Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Refleksi dan Kapitalisme


Refleksi disini bukanlah refleksi dalam arti merenung. Ini adalah pengertian refleksi secara sederhana: pijat kaki!

Refleksi adalah salah satu kegiatan favorit saya sebulan sekali. Ini adalah fase dimana saya mengalami relaksasi total dengan cara dipijat di tempat yang adem dan dilatari alunan musik India. Mewah? Ya dan tidak. Dari segi fasilitas dan tingkat kenyamanan, boleh dibilang saya tengah bermewah-mewah. Karena siapa yang tidak merasa jadi raja, ketika kakinya dielus-elus sementara kita sendiri tiduran? Tapi harganya sendiri bisa dibilang murah, cuma lima puluh ribu sekali pijit. Di tempat refleksi terkenal di Sukajadi saja, harganya cuma lebih mahal dua ribu dari pasaran pada umumnya. 

Namun inilah yang disebut oleh kawan saya, Tobing, sebagai, "Sebetulnya seluruh istirahat kita, digunakan juga untuk bekerja di hari berikutnya." Maksudnya, jika kita menggunakan perspektif weekday dan weekend: Apa arti dari weekend selain daripada sebuah persiapan untuk menghadapi weekday? Dalam arti kata lain, weekend itu adalah sebuah ilusi! Sejatinya, kapitalisme adalah sistem yang membuat seluruh hidup manusia adalah "weekday yang diselingi istirahat". Kawan saya yang lain, Esoy, menyebutkan bahwa, "Sesungguhnya kita kerja 24 jam."

Lagi-lagi, kegiatan semacam refleksi ini luput juga dari kritik Marx terhadap kapitalisme. Marx memandang bahwa kapitalisme mengalienasi manusia dari keseharian dan juga dirinya, tapi lupa bahwa kapitalisme dengan segera menyediakan penawarnya. Jika problemnya adalah fisik dan kebugaran (kapitalisme tentu mengerti betul mensana in corpore sano), maka mereka menyediakan suatu tempat dimana para buruh bisa me-re-charge kekuatannya untuk bekerja kembali menjadi sekrup kapitalis. Ini seperti ironi di mal-mal besar: Selalu ada tempat refleksi, karena kaki-kaki konsumen pasti pegal setelah seharian berjalan-jalan mengonsumsi!

Tentu saja bagi kamu yang merasakan faedah refleksi, tulisan saya ini seperti yang lebay (pun saya mengatakan ini lebay karena saya juga merasakan faedah refleksi). Ini adalah semacam penyadaran saja, bahwa semakin hari semakin terasa bahwa kapitalisme bergerak pelan tapi pasti ke wilayah-wilayah yang sepertinya terlalu "mulia" untuk dikritisi. Kita bisa mengritik kapitalisme ketika mereka mempekerjakan buruh dengan upah rendah tapi jam kerja yang tinggi, kita bisa melontarkan serangan terhadap kapitalisme yang sering memberi janji-janji suci tapi nyatanya tujuannya sederhana: produk laku, tapi kita sulit untuk melepaskan kritik terhadap kapitalisme yang nyata-nyata memberi manfaat bagi tubuh kita, seperti refleksi atau -yang sudah saya pernah kemukakan dulu- facial.

Kita cuma bisa menyadarkan diri bahwa seluruh kehidupan ini sudah dikonstruksi sedemikian rupa dalam jaring-jaring yang kita tidak sanggup lepas daripadanya: Mitos kebahagiaan dihadirkan oleh kapitalisme (rumah, mobil, asuransi), setelah itu ada "mitos untuk mendapatkan kebahagiaan" bernama kerja dan kerja setiap hari. Capek? Jangan jadi alasan, karena kami punya: pijat kaki!




Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...