Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
28 Ramadhan 1434 H
Pather Panchali dibuat dengan dana yang relatih rendah yakni US $ 3000. Tapi di tangan sutradara Satyajit Ray yang banyak terpengaruh oleh Neorealisme Italia, film yang berpusat pada seorang anak bernama Apu tersebut menjadi film yang berkualitas. Meski film tersebut adalah film pertamanya dan diperankan oleh aktor-aktor non-profesional, Pather Panchali -yang merupakan bagian pertama dari trilogi yang biasa disebut dengan Apu Trilogy-, meraup respon positif dan diakui oleh sutradara ternama Hollywood, Martin Scorsese, sebagai film favoritnya. Pather Panchali sering disebut-sebut sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa.
Dengan kualitas visual yang seadanya, Pather Panchali bercerita tentang kehidupan Apu (Subir Banerjee) dan keluarganya yang miskin. Apu, bungsu dari dua bersaudara (kakaknya bernama Durga), dibesarkan oleh ayah yang bekerja sebagai pendeta tapi juga masih menyimpan harapan untuk menjadi pujangga. Meski pendapatan ayahnya tersebut kecil untuk menghidupi keluarga, namun Apu dan Durga tetap menikmati masa kecilnya dengan bermain bersama. Film ini lambat laun menampakkan tragedinya ketika satu per satu anggota keluarga Apu meninggal. Apu dipaksa untuk mandiri menghadapi kenyataan demi kenyataan tersebut.
Pather Panchali adalah film dengan cerita yang relatif sederhana. Namun bagaimana Satyajit Ray menampilkan kesederhanaan tersebut, menjadi hal yang menarik untuk kita cermati. Gambar-gambar yang disajikan oleh Ray, meski hitam putih, dihadirkan sedemikian rupa sehingga tampak anggun dan puitik -Mengingatkan kita pada bagaimana teknik pengambilan gambar yang dilakukan oleh Akira Kurosawa-. Caranya melakukan montage, caranya melakukan mise en scène, menunjukkan bahwa Ray tidak terhambat oleh dana dan keamatiran pemainnya. Tidak dapat dipungkiri, film ini sangat penting untuk ditonton, terutama bagi mereka yang kadung mempunyai stereotip bahwa film India harus berisi tarian dan nyanyian.
Rekomendasi: Bintang Lima
Comments
Post a Comment