Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
21 Ramadhan 1434 H
Jackie Brown adalah film ketiga yang disutradarai oleh Quentin Tarantino. Tarantino, seperti biasa, menyukai tema kriminal dan kekerasan yang ditampilkan dengan visualisasi a la film "kelas B". Meski terkesan murahan, film-film Tarantino tidak lantas kehilangan pengakuan baik dari penggemar maupun kritikus. Terbukti Jackie Brown meraih keuntungan besar secara finansial dan salah satu aktornya, Robert Forster, dinominasikan meraih Piala Oscar tahun 1998 untuk Aktor Pendukung Terbaik.
Jackie Brown bercerita tentang Jackie Brown (Pam Grier), perempuan yang berupaya untuk menyelundupkan uang pada pedagang senjata bernama Ordell Robbie (Samuel L. Jackson). Kemudian situasi menjadi pelik ketika Jackie tertangkap oleh detektif bernama Ray Nicolet (Michael Keaton) dan Mark Dargus (Michael Bowen). Ia menjadi bagian dari permainan besar antara Ordell, Ray dan Mark sendiri, plus Max Cherry (Robert Forster) dan Louis Gara (Robert de Niro). Upaya transaksi antara Jackie dan Ordell yang harusnya sederhana dan cepat, menjadi rumit dan berdarah.
Jackie Brown, sebagaimana film Tarantino, punya kekuatan salah satunya pada dialog. Dialog yang dimaksud bukan dialog yang penuh makna, melainkan justru dialog yang seolah-olah spontan dan terjadi dalam keseharian -istilah gampangnya, Tarantino lancar sekali menampilkan bagaimana orang saling mengobrol itu apa adanya-. Jackie Brown juga merupakan bukti kelihaian Tarantino tidak hanya dalam urusan penyutradaraan tapi juga penulisan skenario. Melihat estetikanya di awal film yang terkesan murahan, kita mungkin akan mengira Jackie Brown adalah film simpel yang tidak jauh dari urusan kriminal dan kekerasan. Mungkin sisi itu ada benarnya, tapi nilai seni yang ditawarkan Tarantino pun tidak kalah tingginya -secara visual, akting, dan pengembangan cerita yang menjadi rumit-.
Rekomendasi: Bintang Tiga
Comments
Post a Comment