Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Birokrasi



Di waktu yang lampau, saya lupa persisnya, tapi mungkin lebih dari sepuluh tahun yang lalu, saya pernah diminta tampil di acara makan malam di sebuah kafe di Hotel Papandayan. Saya lupa nama kafenya, tapi mungkin juga tidak terlalu penting untuk mengingat namanya. Hal yang lebih penting adalah saat itu yang menjadi salah satu tamu adalah Jusuf Kalla, yang entah tengah menjabat sebagai wakil presiden atau belum, yang pasti, dia dikategorikan orang penting di negeri ini. Hal yang saya ingat lainnya adalah saya tampil bersama pemain biola bernama Yulius Racaly atau biasa dipanggil Kwang Kwang. Kami bermain berdua saja. 

Makan malam itu kelihatannya mewah, setidaknya jika dilihat dari bagaimana makanan disajikan secara bertahap, beberapa kali, dan memang harga menunya mahal-mahal. Tapi ya, fakta tersebut tidak ekuivalen dengan honor kami selaku pemusik, bahkan kami tidak diberi makanan yang sama dengan menu-menu mahal tersebut. Namun sudahlah, itu bukan hal yang hendak dibahas dalam tulisan ini. Jadi, tulisan ini hendak membahas apa? 

Begini, dalam kondisi makan malam yang mewah seperti itu, terisolasi dari publik, matanya tertutupi dari "kenyataan" di luar sana, bagaimana seorang pejabat bisa berempati? Kita tidak membicarakan soal status, jabatan, gaji, tunjangan, tapi secara fisik pun, realitas yang dihadirkan seakan dibuat berbeda. Maksudnya, bagaimana seorang pejabat dapat "mengerti" rakyat, jika ia berada dalam kurungan kafe mewah dengan "rakyat" yang dimanipulasi seolah-olah bahagia dan sejahtera? Bagaimana seorang presiden benar-benar mengerti keadaan sesungguhnya, jika dalam suatu kunjungan berbentuk iring-iringan mobil, ia berhadapan dengan barisan siswa-siswi yang dikondisikan sedemikian rupa agar terlihat manis dan puas dengan kinerja pemerintahan?

Itu sebabnya juga, pada jabatan tertentu, siapapun, dianggap memerlukan ketenangan dengan cara dijauhkan fisiknya dari "kenyataan". Direktur harus menempati ruang khusus, yang sebisa mungkin memberikannya tidak hanya ketenangan, tapi juga kesunyian. Ia tidak boleh terlibat dalam keriuhan yang tidak mampu ia antisipasi, atau gejolak yang di luar kendalinya. Padahal, tidakkah "kenyataan" adalah sekaligus ketidakstabilan, gejolak tiada akhir, dan keriuhan yang belum tentu selalu bisa diantisipasi?

Namun dengan isolasi itu, apakah artinya pejabat menjadi tidak bisa diakses oleh rakyat? Oh, tidak, rakyat bisa mengaksesnya, tapi melalui suatu jalur, yang saya terinspirasi dari obrolan dengan Saras Dewi, bernama birokrasi. Birokrasi adalah cara rakyat mengakses pejabat publik, melalui metode yang memerlukan legalitas, kroscek sana-sini, dan diputar-putar. Rakyat boleh mengakses pejabat, tetapi setelah masuk ke dalam keteraturan yang "bisa diantisipasi", setelah masuk pada realitas yang "bisa dijinakkan", sehingga dalam hal ini, kita bisa katakan: posisi rakyat, melalui birokrasi, selalu inferior dibanding pejabat.

Jadi, apakah cerita-cerita tentang raja yang menyamar, menyelinap ke gubuk tua yang di sana rakyat miskin tinggal di dalamnya, cuma khayalan yang tidak pernah terjadi di dunia nyata, apalagi di masa sekarang? Kebanyakan pejabat kelihatannya selalu khawatir, mungkin takut ditembak sniper, ditikam, atau sekurang-kurangnya, didemo, yang pada dasarnya, melihat rakyat sebagai pihak yang kerap memusuhinya. Maka itu, isolasi bagi para pejabat terjadi di mana-mana, mulai dari mobil berkaca gelap, anti peluru, gedung yang dipenuhi penjaga keamanan, hotel mewah dengan pelayanan kelas satu, hingga penerbangan, tempat duduk di manapun, yang sifatnya VIP. Namun intinya, tidak boleh ada peleburan tembok antara aku dan rakyat, semua mesti terpisah dengan jauh, baik secara esensi maupun eksistensi, agar aku tidak melihat mereka, merasakannya, atau harus berempati kepada mereka. Jika mereka mau menemuiku, harus dalam keadaan jinak. Jinak oleh birokrasi.

Comments

  1. "Jadi, apakah cerita-cerita tentang raja yang menyamar, menyelinap ke gubuk tua yang di sana rakyat miskin tinggal di dalamnya, cuma khayalan yang tidak pernah terjadi di dunia nyata, apalagi di masa sekarang?" Ada, Kang. Namanya: Pak Wiranto.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...