Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Museum


Hari Sabtu tanggal 9 Juli kemarin, tanpa tedeng aling-aling saya merasa harus pergi ke museum. Tidak ada yang mengajak, tidak ada yang menyuruh. Hanya ingin. Saya membuat daftar museum yang akan dikunjungi, tapi apa daya yang terealisasi cuma Museum Geologi. Yang saya rasakan adalah, saya pernah berkali-kali ke museum, tapi selalu beramai bersama acara sekolahan. Tidak pernah datang sendirian dalam kondisi sadar dan jauh dari euforia. Dalam kondisi merenung dan sendiri, melihat segalanya secara lebih holistik.

Di Museum Geologi, pengunjung sangat sepi jika dibandingkan mal-mal yang biasa kamu kunjungi. Padahal museum ini gratis. Saya langsung masuk ke sayap kanan, bagian sejarah alam semesta. Saya pandangi satu per satu display yang ada. Di sana ditunjukkan gambar dan tulisan mengenai proses pembentukan bumi pada mulanya. Hitungannya bukan puluhan atau ratusan tahun lagi, tapi ratusan juta tahun. Mulai dari awalnya ia sebagai bola panas, sampai terbentuk daratan dan lautan, munculnya organisme sederhana, hingga ada hewan bercangkang, mamalia, lalu monyet sampai nanti ada manusia. Cukup banyak saya mengalami kesulitan teknis oleh istilah-istilah yang agak asing. Tapi saya datang ke sana bukan untuk (atau setidaknya belum mempunyai tujuan untuk) memahami secara detail. Saya ke sana untuk merasakan suatu kesan berada di tengah-tengah sebuah kuburan kenangan.

Setelah dua jam berkeliling, saya pergi ke luar museum. Dari pintu, saya melihat gerombolan supir angkot saling menyalip sana sini. Bunyi klakson hiruk pikuk dan manusia tampak saling sikut untuk mendapatkan nafkah.

O, manusia, adakah perbedaan ia sekarang dengan jutaan tahun yang lalu? Adakah manusia hari ini lebih beradab dari Australopithecus? Atau jangan-jangan, manusia pada hakikatnya selalu berkebutuhan yang sama tentang yang empat: makan, minum, tidur dan seks. Nalar manusia, menuru Daniel Calne, hanya berfungsi menjawab "Bagaimana agar kita mencapai tujuan yang empat itu?" Nalar tidak sanggup mengubah tujuan hidup biologis kita. Hanya saja pengalaman manusia terakumulasikan dan diwariskan pada anak cucunya, sehingga seolah makin kemari dunia manusia lebih maju ketimbang yang dulu. Seolah-olah peradaban manusia mengarah pada sesuatu yang positif.

Dari museum saya belajar, bahwa manusia tidak lebih dari sekumpulan makhluk yang menanti untuk dimuseumkan. Tidak ada sesuatupun dari manusia masa lalu yang tersisa kecuali kuburan, karya, dan mitos. Ketiganya pun bisa hilang disapu waktu dan kekuasaan.

Saya masuk ke pertanyaan paling eksistensial (baca: galau): Jika demikian, mengapa manusia dilahirkan?

Jawaban saya yang ngaco: Karena Tuhan bosan sendirian. Ia butuh hiburan. Maka kita-kita ini diciptakan untuk jadi tontonan. Agar Dia tertawa-tawa.

Comments

  1. Yang pasti ya Raf, kalo manusia dila-lerin, bukan dila-hirkan, artinya manusia itu udah mau mati ato jarang mandi ... =D

    Ngikngok

    Cicak merah nempel di dinding,
    jangan marah just kidding ... =P

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...