Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
(Respons atas tulisan Aris Setyawan) (Artikel yang diturunkan dari Pop Hari Ini) Pada tanggal 27 Juli 2023, terbit tulisan berjudul Ketika Kritik Musik Merambah Media Sosial di situs Pop Hari Ini yang ditulis oleh Aris Setyawan. Dalam teksnya tersebut, Aris mengritik komentar-komentar tentang musik yang muncul di media sosial seperti Twitter, yang biasanya hanya berupa umpatan tidak berargumen. Bagi Aris, secara historis, kritik musik yang kredibel muncul dari media massa besar seperti Rolling Stone , The Guardian , New York Times , Pitchfork , atau Jakartabeat.net untuk konteks Indonesia. Alasannya, mengutip Idhar Resmadi dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya , kritikus musik kerap nyambi bekerja sebagai jurnalis. Dengan demikian, kritik musik dan media massa adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kalaupun terdapat kritikus musik yang muncul dari luar sirkel jurnalis, hanya segelintir yang punya kapasitas mumpuni. Aris kemudia...