Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Generasi


Sentimen antar generasi adalah hal yang umum terjadi dalam peradaban. Mereka yang menyebut dirinya sebagai "generasi muda", biasanya lekat dengan keinginan untuk mengubah keadaan yang diklaimnya sebagai "status quo". Sementara generasi di atasnya, atau sebut saja "generasi tua", antara ingin mempertahankan kedudukannya dengan terus menerus mengglorifikasi keberhasilannya di masa lampau, atau ada juga yang sadar bahwa mereka akan tergantikan, sehingga dengan sekuat tenaga merangkul yang muda-muda. Kadang dalam melakukan glorifikasi, "generasi tua" ini bisa jadi menjadikan keberhasilannya bertahan hidup sebagai bukti bahwa pikiran dan tindakannya memang benar. Memang benar, misalnya, ia sudah dididik keras dengan gaya militer oleh orang tuanya, buktinya sekarang dirinya sukses. Pola pikir semacam itu yang membentuk persepsi "generasi tua" ini dalam menuduh generasi di bawah-bawahnya sebagai lembek dan payah. 

Namun ada juga yang tidak perlu bersusah payah mempertahankan dirinya karena tahu bahwa pertama, masa depan memerlukan suksesi, tongkat estafet dari tua ke muda. Kedua, apapun yang terjadi pada generasi muda dengan segala plus minusnya, sedikit banyak dipengaruhi atau terjadi atas andil generasi di atasnya. Jadi, sebutan lembek, payah, atau apapun itu, bisa jadi lahir akibat produk didikan generasi tua juga. Mungkin si generasi tua ini merasa orang tua mereka dulu mendidik mereka dengan terlalu keras, lalu ingin mengubah tradisi itu dengan mendidik anak-anaknya dengan cara yang berbeda atau bahkan berlawanan. Kalau anak-anaknya kemudian ternyata menjadi "lembek" dan "payah", tidakkah itu adalah konsekuensi dari generasi tua itu sendiri? 

Jika begitu, apakah sudah seharusnya anak-anak dididik dengan cara yang sama dari masa ke masa, supaya tidak terjadi apalah yang disebut sebagai "anomali"? Pemikiran semacam itu rasanya juga kurang tepat. Masalahnya, generasi tidak hanya dipengaruhi oleh orang tuanya secara tertutup, tetapi juga lingkungannya secara lebih luas. Apalagi dalam kasus Generasi Z belakangan ini, mereka sudah terbiasa mengakses internet sejak kecil, sehingga sudah dibanjiri informasi dari seluruh dunia, yang bahkan bisa melampaui pengetahuan orang tuanya. Sehingga memang sudah menjadi semacam "hukum alam", bahwa generasi tua perlu untuk melakukan penyesuaian berbasis perubahan zaman sekaligus kritik terhadap didikan generasi atas-atasnya. 

Maka itu saat melihat di media sosial bermunculan persepsi buruk terhadap generasi Z yang dirasa begitu lembek dalam bekerja, terlalu fokus pada urusan mental health, dan malah dipandang terdegradasi secara moral, yang mana umumnya pandangan tersebut berasal dari sebagian generasi millenials, sikap semacam ini di satu sisi tampak wajar sebagai wujud dari romantisisme generasinya sendiri (yang memang biasa terjadi dari masa ke masa), di sisi lain, pandangan tersebut juga perlu dipermasalahkan, karena itu tadi: generasi Z adalah penerus, dan generasi Z adalah produk dari generasi sebelumnya, termasuk terdapat andil millenials di dalamnya. Jadi, kenapa mereka harus dihina-hina? 

Justru bagi saya, generasi Z adalah generasi yang menarik karena mereka punya saluran untuk menyuarakan dirinya secara unik. Mereka bisa main media sosial sendiri dan curhat tentang apapun yang mungkin juga menjadi keresahan generasi atasnya (tetapi generasi atasnya ini tidak punya saluran atau keburu disuruh diam karena dilarang baper oleh orang tuanya). Saat generasi Z mengeluh soal mental health, soal relasi, soal kesulitan cari kerja, ini bukan ekspresi lembek dan payah, tapi ekspresi yang bisa jadi disuarakan oleh setiap generasi, tetapi kebetulan generasi Z inilah yang memiliki akses untuk mengabarkannya pada dunia. Itulah sebabnya mereka terasa lebih caper. 

Padahal, generasi mana yang koar-koar membela keterbukaan media? Generasi mana yang ingin setiap individu dihargai? Bukankah generasi di atasnya yang mengupayakan itu semua, dan generasi Z yang menikmatinya? Ketahuilah bahwa masalah generasi ini sebaiknya tidak ditempatkan dalam kerangka persaingan. Malah kita harus lebih kritis menyikapinya: jangan-jangan pemilahan antar generasi hanya jual-jualan kapitalisme saja, seolah identifikasi-identifikasi itu nyata, padahal cuma main-mainan target pasar.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...