Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Trik Meloloskan Diri dari Dilema


Dalam hidup sehari-hari, kita sering mengalami sebuah dilema. Apa itu dilema? Dilema kira-kira adalah dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi yang tidak enak (jika pilihan itu berjumlah tiga, maka menjadi trilema -tapi itu tidak akan dibahas sekarang ini-). Contoh dilema misalnya buah simalakama: Jika dimakan, Bapak yang mati; jika tidak dimakan, Ibu yang mati; maka itu, dimakan atau tidak dimakan, kita akan mengalami kehilangan.

Dalam ilmu logika, dilema sering diibaratkan sebagai horns atau tanduk. Dilema bukanlah sesuatu yang mutlak membingungkan dan merugikan. Sebelum memulai membahas trik meloloskan diri dari dilema, mari membuat contohnya terlebih dahulu:

Dilema 1 : Jika Ahok tidak dihukum, maka umat Islam akan marah
Dilema 2 : Jika Ahok dihukum, maka artinya hukum di Indonesia bisa dipengaruhi oleh orang banyak
Kesimpulannya: Ahok dihukum atau tidak dihukum, keduanya akan menimbulkan implikasi negatif pada negeri ini

Demikian contohnya, dan ini tiga trik untuk lolos dari dilema tersebut:

Going between the horns
Going between the horns artinya tidak memilih diantara kedua pilihan, dan mencoba untuk menyusup di pilihan ketiga (walaupun hal ini berimplikasi pada fallacy kemungkinan ketiga). 
Misalnya: 
1. Ahok dihukum atau tidak, publik tidak pernah tahu. Kasusnya akhirnya dibiarkan mengambang begitu saja. 
2. Ahok diputuskan untuk dihukum, padahal kemudian dibebaskan diam-diam. 
3. Ahok melakukan dialog intensif dengan umat Islam sehingga tidak ada lagi kemarahan pada Ahok.

Grasping it by the horns
Grasping by the horns artinya mengambil salah satu premis yang dikira paling "lemah", untuk dibedah konsekuensinya. Misalnya kita ambil dilema 1: Jika Ahok tidak dihukum, maka umat Islam akan marah. Mari cek konsekuensinya: Umat Islam akan marah. Memang benar begitu? Umat Islam yang mana? Apakah seluruh umat Islam? Tidakkah ada juga umat Islam yang mendukung Ahok? Artinya, konsekuensinya bukan berarti salah, tapi diragukan. 

Rebuttal
Rebuttal berarti mengubah konsekuensi-konsekuensi dalam dilema, yang tadinya membingungkan untuk dipilih, menjadi punya nilai positif. Sehingga memilih manapun, dianggap sama-sama menguntungkan. 
Misalnya:
Dilema 1: Jika Ahok dihukum, maka umat Islam akan senang
Dilema 2: Jika Ahok tidak dihukum, maka orang-orang Tionghoa akan senang
Kesimpulan: Ahok dihukum ataupun tidak dihukum, yang penting bisa menyenangkan pihak tertentu

Dengan demikian, semoga kita bisa berpikir bahwa dilema bukan akhir dari segalanya. Selalu ada kemungkinan ketiga, selalu ada premis yang konsekuensinya lebih lemah, dan selalu ada cara pandang positif agar dilema menjadi pilihan-pilihan yang sama baiknya. 

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...