Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Merawat

Sekitar tiga minggu yang lalu, saya dihibahi kucing oleh kawan di tempat kerja. Kucing tersebut, yang merupakan campuran Persia dan entah apa (saya tidak ingat namanya), oleh saya diberi nama Simone de Beauvoir dan sudah disetujui oleh istri dan anak (serta sang pemilik sebelumnya). Mon -demikian panggilannya- tampak stres ketika untuk pertama kalinya berada di mobil menuju rumah saya. Wajar, ia berpindah tuan. Segala sesuatunya menjadi hal yang kembali baru untuk Mon. Sesampainya di rumah, saya lupa. Saya kira ia kucing yang tenang dan santai. Tahu-tahu, karena stres, ia lari terbirit-birit dan kabur entah kemana. Untungnya, malamnya, ia tiba-tiba kembali dengan badan penuh air got. Ternyata Mon tahu jalan pulang, meski baru pertama kali dia berpindah kediaman. 

Singkat cerita: Kami sekeluarga memelihara Mon dengan sukacita. Ia memberi warna baru bagi rumah kami. Saya tiba-tiba harus mengunjungi berkali-kali tempat yang tidak pernah saya kenal di sebelum-sebelumnya: Pet Shop. Saya mencari informasi tentang makanan, tempat buang air, kandang, hingga hal-ikhwal perkawinan baik lewat internet maupun lewat teman yang lebih berpengalaman. Anak saya begitu tergila-gila pada Mon. Saking antusiasnya, ia sering berteriak sehingga Mon lari terbirit-birit. Awalnya saya begitu menderita jika tiba waktunya membuang hasil hajat Mon. Tapi lama-lama saya merasa itu sebagai sebuah kewajiban yang membahagiakan. 

Lalu di suatu hari, Mon kabur. Ceritanya sederhana: Ia kaget oleh teriakan anak saya, dan kebetulan celah yang biasanya tidak terbuka, sedang terbuka. Sehingga Mon kabur begitu saja, lenyap tanpa rimba. Lonceng yang sudah kami pasang ternyata tidak terdengar sedikitpun bebunyiannya. Saya mencari kesana kemari. Malam-malam pun saya tetap menyusuri komplek dengan senter. Foto Mon saya bagikan di grup komplek. Semalaman itu saya tidak bisa tidur. Pun anak saya menangis tersedu-sedu karena kehilangan yang mengejutkan ini. 

Saya merasakan kehampaan yang sangat. Bukan oleh kelucuan si kucing ternyata. Tapi oleh sebab bahwa saya kehilangan suatu rutinitas: merawat. Saya begitu rindu memberinya makan, membuang kotorannya, dan melepaskannya dari kandang ketika semua celah sudah (dirasa) tertutup. Saya juga rindu pergi ke Pet Shop dan bertanya pada penjaga tentang apa saja terkait kucing sampai dia bosan. Agaknya sudah  menjadi fitrah manusia bahwa kita harus merawat sesuatu. Seperti kata Anton Chekhov yang dituturkan ulang oleh Pak Awal Uzhara, "Hidup manusia itu sia-sia kecuali jika ia melakukan satu dari tiga hal ini: Merawat pohon kayu, mengurus rumah, atau membesarkan anak." Tentu Chekhov tidak harfiah. Ia ingin memberikan satu inti: Bahwa manusia pada dasarnya senang bersusah-susah untuk sesuatu yang ia percaya akan tumbuh dan berkembang. Manusia senang melihat pertumbuhan. Manusia senang melihat proses. Padahal ia tahu bahwa di ujung perkembangan, akan ada akhir yang buruk: Entah perpisahan, entah kematian. Itu sebabnya, kita perlu bingung jika surga itu katanya apa-apa tinggal minta: Akankah manusia bahagia di dalamnya?

Epilog: Mon akhirnya pulang di malam berikutnya

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...