Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...
Minggu lalu saya datang ke sebuah pesta. Pesta yang saya sendiri heran mengapa saya bisa menghadirinya. Pesta itu adalah perayaan ulang tahun ketujuhbelas dari Vallerina. Siapa Vallerina? Dia adalah anak sulung dari murid privat gitar saya yang bernama Ibu Elly. Saya datang karena memang tidak ada acara dan juga ingin mendapatkan pengalaman menarik. Bagaimana tidak, dalam sepuluh tahun terakhir, saya sungguh tidak pernah datang lagi ke sebuah pesta sweet seventeenth.
Pesta yang diselenggarakan di Trans Hotel tersebut berlangsung sangat meriah. Ada panggung besar, tata pencahayaan canggih, pemandu acara dan pemusik profesional, makanan berlimpah dalam buffet, hingga kue ulang tahun setinggi manusia. Meski saya merasa bahwa menghadiri acara semacam itu dapat dikatakan "sudah bukan masanya lagi", tapi saya tetap berusaha melebur dan menikmati berbagai sajian yang ada. Ada yang bersuara dalam hati saya, yang mengatakan bahwa, "Iya, kamu masih muda, kok, masih punya taji untuk menikmati acara-acara semacam ini."
Tapi ketahuilah, ada yang berubah dan ada yang tidak berubah. Yang berubah adalah kenyataan bahwa secara fisik, saya bergerak menuju situasi dimana saya tidak bisa dikatakan sama dengan anak-anak berumur tujuh belas tahun yang datang sebagai undangan di sana. Tidak bisa saya katakan lagi dengan lantang bahwa, "Hei, saya seumur kalian loh, saya bisa menari, berjingkrak, dan tertawa lepas seperti tak ada beban yang harus dipikul." Fisik saya berubah, gerak-gerik saya berubah, dan cara saya memandang dunia pun berubah. Di mata anak-anak itu, mereka mulai memanggil dengan panggilan, "Bapak." Dulu saya dongkol dengan panggilan semacam itu dan minta siapapun segera meralat, "Jangan panggil bapak, 'kang' saja." Namun sekarang saya pasrah, berusaha menerima panggilan tersebut sebagai takdir yang harus dijalani.
Yang tidak berubah adalah suatu keinginan besar untuk kembali muda. Untuk selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa iya, menjadi tua adalah suatu hal yang tidak mungkin karena saya adalah orang yang asyik dan menyukai segala kesenangan. Untuk selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa tidak mungkin saya mati dan lenyap dari dunia yang saya selalu sanggup untuk taklukkan. Dalam jiwa saya, suara-suara tersebut datang setiap saat seperti hantu. Namun seperti hantu juga, suara-suara tersebut mendadak lenyap ketika ada anak muda yang memanggil saya, "Bapak," ketika ada yang mengomentari bagaimana saya yang terlalu maceuh dengan, "Pak, sadar umur, Pak." dan tentu saja ketika mendadak saya harus berurusan dengan tetek bengek seperti uang, pekerjaan, cicilan, bahasa-bahasa rumit, sikap yang dibuat-buat, dan segala hal yang saya dulu hanya bisa saya lihat dalam diri orang dewasa.
Masa muda tidak akan pernah kembali. Yang ada hanya pertemuan dengan kenangan akan masa muda itu sendiri. Seperti ketika saya memandangi para remaja pria yang hadir dalam undangan Vallerina. Saya katakan pada mereka, dalam hati saya, "Nak, saya pernah sekeren kalian, sungguh."
.png)
Heuheu... Ikut hanyut dengan tulisan Syarif. Betapa saat kita kecil, kita ingin cepat remaja, dan saat remaja ingin cepat dewasa (sebagian sih). Ironisnya, ketika kita dewasa, ingin kembali remaja :)
ReplyDelete