Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Siddhartha: Percikan Inspirasi Sang Buddha


Penganugerahan Nobel Sastra bagi Hermann Hesse pada tahun 1946 dibuktikannya dengan sangat baik dalam novel Siddhartha ini. Bagi saya, novel ini tidak hanya indah dan puitis, tapi juga inspiratif dan mencerahkan. Keunikannya terletak dari tidak adanya konflik antar orang, melainkan hanya konflik Siddhartha (sang tokoh utama) dengan dirinya. Ya, ini adalah karya sastra yang bercerita tentang pergulatan batin dan pencarian spiritual seorang Siddhartha, yang diceritakan hidup sejaman dengan Gotama, Sang Buddha (sekitar 600 SM). Penokohannya sendiri sebenarnya cukup menggelikan. Fakta historis mengatakan bahwa Sang Buddha bernama asli Siddhartha Gotama. Namun di novel itu, antara Siddhartha dan Gotama adalah dua tokoh yang sama sekali lain. Gotama adalah Sang Buddha yang ajarannya saat itu tengah naik daun dan sangat digandrungi masyarakat India, sementara Siddhartha justru menolak ajaran Gotama, yang diungkapkannya dalam kalimat yang inspiratif: "Tidak ada seorangpun yang mendapat pencerahan dari sebuah ajaran".
Setelah mengatakan kalimat tersebut, Siddhartha pun pergi mengelana mencari jati diri, dan bertemu banyak orang-orang yang menstimulus pergolakan dalam dirinya. Mulai dari pelacur cantik bernama Kamala, Kamaswami sang pedagang, juru sampan bernama Vasudeva, hingga sahabatnya, Govinda. Setiap tokoh tersebut memberikan kesan tersendiri bagi perjalanan spiritual Siddhartha. Bagi saya, novel ini memberi kesadaran bahwa hidup itu memang penuh paradoks. Manusia menjadi "baik" tak selalu didorong oleh hal-hal dan gagasan yang "baik" pula, seringkali justru yang "tidak baik" itulah yang menstimulus segala kebaikan.
Siddhartha tidak melakukan demarkasi antara pengaruh Gotama Sang Buddha dengan Kamala sang pelacur. Baginya, kedua orang itu sama sucinya. Saya juga luar biasa terkesan dengan tokoh Vasudeva si juru sampan, yang sangat ahli dalam "mendengarkan". Setiap cerita yang diungkapkan panjang lebar olah Siddhartha, ditanggapi Vasudeva dengan penghayatan yang tinggi, tanpa kata-kata. Bahkan kadangkala Vasudeva memejamkan matanya, dan menganggap setiap kata yang keluar dari mulut Siddharta, seperti rembesan air hujan yang masuk ke akar pepohonan, sangat alami! Saya jadi terpikir, jangan-jangan ada alasan tertentu kenapa manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut. Jangan-jangan juga memang "mendengarkan" itu adalah pekerjaan tersulit yang bisa dilakukan manusia.
Begitu banyak nilai-nilai moral yang dikandung dalam novel ini, yang sejujurnya sangat merangsang saya untuk lebih memahami tentang apa dan bagaimana itu "Buddha". Saya tutup review ini dengan kalimat yang menyegarkan dari -siapa lagi kalau bukan-Siddhartha: "Pengetahuan dapat diungkapkan, tapi tidak kebijaksanaan. Kebijaksanaan, saat seorang bijak mencoba mengungkapkannya, selalu terdengar bagai kebodohan".



Terima kasih untuk Indra yang sudah merekomendasikan buku ini. Sangat sangat inspiratif.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...