Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Dari Diskusi Literasi Road to Bandung Writers Festival

Saya diajak oleh teman, Deni "Kochun" Ramdani untuk menjadi project officer untuk acara bertajuk Bandung Writers Festival. Saya iyakan meski tahu bahwa ini adalah tugas yang tidak ringan, apalagi akan berlangsung nyaris sepanjang tahun. Rangkaian acara Bandung Writers Festival dimulai pada tanggal 21 - 23 Februari yang diberi judul Road to Bandung Writers Festival: Sastra dan Kearifan Urban. Acaranya macam-macam dan detailnya bisa dicek di instagram @bandungwritersfestival. Tulisan di bawah ini adalah rangkuman dari salah satu mata acaranya yaitu Diskusi Literasi. Diskusi Literasi berlangsung sebanyak lima kali dalam tiga hari. 

Diskusi Literasi #1 
Sastra Masa Kini
Narasumber: Zulfa Nasrulloh

Foto: Dokumentasi Bandung Writers Festival

Masa kini adalah masa ketika ukuran kebenaran menjadi serba nisbi. Tidak terkecuali di wilayah sastra, yang mana setiap orang tiba-riba menciptakan ukuran sendiri untuk menilai mana sastra yang bagus dan mana yang kurang bagus. Ini memang semacam konsekuensi dari zaman, yang memungkinkan sastra paling adiluhung sekalipun, dapat bersanding dengan sastra populer yang mungkin tidak sesuai dengan “kaidah” dari “kanon sastra”. Sastra masa kini juga adalah sastra yang membuka kemungkinan lebih besar terhadap metode alih wahana, yang membuat sastra dapat diterima dalam bentuk teater, film, musik, dan bahkan kutipan-kutipan di instagram. 

Diskusi Literasi #2 
Sastra Sunda di Era Digital
Narasumber: Deri Hudaya

Foto: Dokumentasi Bandung Writers Festival


Digitalisasi ternyata tidak serta merta memberangus sastra Sunda, terutama kaitannya dengan semakin masuknya pengaruh-pengaruh dari luar budaya lokal. Justru digitalisasi adalah peluang bagi kita untuk mempopulerkan bahasa-bahasa “yang nyaris terpinggirkan”, tentunya dengan gaya dan ekspresi baru. Tidak terkecuali dengan sastra Sunda, yang sekarang justru semakin mudah diakses, dan dapat tersebar melalui teknologi baru, seperti misalnya Keblueks: Kumpulan Sajak Sunda Digital dari Wahyu Heriyadi yang dapat diperoleh dengan cara memindai QR Code. 

Diskusi Literasi #3 
Dunia Digital: Kabar Baik bagi Literasi Anak?
Santi Indra Astuti

Foto: Dokumentasi Bandung Writers Festival

Dunia digital bukanlah hal yang mesti dijauhi secara berlebihan. Hal yang mesti dilakukan adalah justru mengakrabinya, sambil memahami bagaimana bentuk digitalisasi yang justru dapat mendorong anak untuk lebih kreatif dan berwawasan. Pada dasarnya, literasi digital justru harus dimulai dari orangtua terlebih dahulu. Orangtua mesti menjadi lingkaran terdalam pertama yang memahami nilai-nilai dalam dunia digital, sebelum meluas perlahan ke ruang lingkup sekolah, komunitas, hingga negara. Digitalisasi baru akan menjadi kabar baik bagi literasi anak, jika ada kerjasama dan koordinasi yang kuat antara unsur-unsur di atas. 

Diskusi Literasi #4
Sastra dan Ruang Publik
Narasumber: Rosihan Fahmi


Foto: Dokumentasi Bandung Writers Festival

Bagi sebagian orang, sastra selama ini dipandang sebagai wilayah yang eksklusif. Namun pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru, terutama karena tidak adanya upaya untuk menghadirkannya di tengah publik. Rindu Menanti adalah gerakan yang menghadirkan sastra di ruang publik, terutama dengan program Halte Sastra, yang menempatkan berbagai kutipan sastra beserta siluet para sastrawan di belasan halte di Kota Bandung. Sebagian dari hasil kerja tersebut masih bertahan hingga hari ini, tapi sebagian besar sudah rusak atau lebih tepatnya, dirusak. Pengrusakan tersebut dapat dinilai sebagai bagian dari respons publik terhadap sastra, selain dari bentuk respons lain yang melegakan, yaitu perlindungan menyeluruh dari tukang parkir, preman, tukang jualan, dan masyarakat sekitar, demi tetap tegaknya Halte Sastra.


Diskusi Literasi #5 
Sastra dan Kritisisme
Narasumber: Herry “Ucok” Sutresna

Foto: Dokumentasi Bandung Writers Festival

Sastra yang kritis bisa ada hubungannya dengan perubahan, bisa juga tidak ada hubungannya sama sekali. Namun setidaknya, sastra yang kritis, meski disampaikan lewat budaya yang paling massal dan populer sekalipun, tetap dapat diterima sebagai gerbang menuju literatur kritis selanjutnya, dan diharapkan timbul menjadi kesadaran baru yang kuat. Meski demikian, budaya massa tetap mengandung dua sisi mata uang. Sisi pertama, dapat menjadi “gerbong” bagi pemikiran kritis agar dapat diterima masyarakat secara lebih luas – walau tetap harus ditindaklanjuti dengan gerakan aktivasi yang konkrit -. Namun di sisi yang lain, budaya massa menciptakan desakralisasi dan sekaligus menghilangkan “transendensi” dari apa yang dikritiknya. Bisa jadi, pembaca sastra kritis ini menjadi kritis, tapi tidak benar-benar menghayati karena apa yang diterimanya hanya bagian dari histeria massal yang tidak berujung apa-apa.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...