Cerita Sahur adalah kumpulan e-mail pribadi yang dikirimkan pada kekasih saya, N, setiap harinya selama Ramadhan 2025. Beberapa akan diunggah di blog atas seizin N.
Hai, sayang, Ramadhan selalu b ajah buat kita yang enggak puasa, dan malah menyulitkan karena harus susulumputan. Tapi enggak bisa dipungkiri, bagi aku, mungkin bagi kamu juga, bahwa bulan puasa selalu menyimpan cerita, karena ritme hidup yang berbeda, dan ada hal-hal yang dipaksakan untuk menderita bersama (sahur, nahan laper), sehingga dalam arti tertentu yah, menjadi momen kedekatan bersama keluarga.
Tahun ini kita tanpa keluarga yah, kalau keluarga yang dimaksud adalah keluarga batih (nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Bulan puasa lalu aku sama P, tetapi umur pasangannya gak sampe lebaran. Aku menghabiskan malam takbiran di Ult bareng B dan J.
Tahun lalu kamu masih bareng A. Aku bisa membayangkan kamu pergi kerja, pulang langsung nyiapin makan untuk Baby O dan suami, untuk lalu tidur cepat supaya bangun lebih awal, nyiapin sahur. Semua itu aku bayangkan, kamu jalani dengan gembira, karena kepercayaan yang kamu sandarkan pada kebahagiaan bernama keluarga.
Btw aku tahu kamu bukan tipe pemasak biasa. Kamu pemasak yang ngulik, mau coba resep baru, mau mencoba terus sampai enak. Bukan untuk siapa-siapa, selain membuat anak dan suamimu betah. Itu sebabnya kehancuran rumah tangga membuatmu gak mau masak lagi. Sebelas tahun memasak untuk pasangan sudah lebih dari cukup. Kamu gak mau mengingat masa-masa itu lagi.
Ramadhan ini kita bersama-sama merayakannya secara unik. Suatu "keluarga" yang diikat oleh murni rasa peduli satu sama lain, bukan dipaksakan oleh suatu institusi bernama pernikahan. Kita tidak tinggal bareng, pun saat ini gak berkontak sering-sering. Tetapi kita sama-sama tahu, Ramadhan ini kita sama-sama.
Di sini aku sendiri, gak puasa, gak ada momen sahur, gak ada momen bukber, sama U maupun A. Aku mengingat masa-masa Ramadhan bersama Papap, Mamah, dan Engkang, ketika aku mulai berani untuk gak sahur lagi (karena nantinya gak akan puasa juga), dengan menempelkan kertas di pintu kamar: "Sudah sahur, jangan dibangunin".
Tidak bisa dipungkiri bahwa batinku merindu masa-masa bareng mereka. Aku membayangkan kamu juga ada di sini, bareng Mamah Papap, dan mereka pasti menyukai kamu, meski kamu melabeli diri sebagai orang yang malas ngeblend di momen keluarga. No, kamu adalah menantu yang baik. Pasti senang masak-masakan Jepang sama Mamah, bikin odeng dan sukiyaki, sambil Baby O diajarin bahasa Jepang. Papap senang ke mal, nyoba-nyoba makanan enak (makanya gula darahnya gak pernah stabil), dan pasti bisa ngobrol banyak sama kamu. Apalagi Papap juga senang nyinyir.
Kenangan tidak pernah hanya sebentuk imajinasi kosong. Kenangan, kata Kahlil Gibran, adalah sebentuk perjumpaan.
Comments
Post a Comment