Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

"Unknown Number: The High School Catfish" (2025): Teror yang Dekat dan Ibu yang Tak Pernah Pergi

Peringatan: ulasan ini mengandung spoiler. 

Netflix tampaknya terus menegaskan dominasinya dalam genre true crime documentary lewat film Unknown Number: The High School Catfish (2025), arahan Skye Borgman, sutradara yang sebelumnya juga menggarap Girl in the Picture dan Abducted in Plain Sight. Namun kali ini, kisah yang diangkat terasa lebih dekat dan mengusik: bagaimana ancaman paling berbahaya bisa muncul bukan dari dunia maya yang asing, melainkan dari seseorang di dalam rumah sendiri. 

Film ini mengikuti kisah nyata Lauryn Licari, seorang remaja Amerika, dan pacarnya, Owen McKenny, yang mulai menerima pesan teks bernada ancaman dan pelecehan dari nomor tak dikenal sejak Oktober 2020. Setelah sempat berhenti, pesan itu kembali datang pada September 2021 dan berlangsung selama lebih dari 15 bulan. Isi pesannya penuh dengan hinaan, ancaman, bahkan komentar seksual terhadap Owen. Keluarga dan pihak sekolah panik; penyelidikan melibatkan kepolisian setempat hingga FBI. Namun plot twist-nya mengguncang: pelaku ternyata adalah Kendra Licari, ibu kandung Lauryn sendiri. 

Borgman menampilkan Kendra bukan sebagai monster instan, tapi sebagai figur yang kompleks—seorang ibu yang tampaknya mencintai anaknya, namun menyalurkan rasa sayangnya lewat bentuk pengendalian ekstrem. Dari sudut pandang psikoanalisis, perilaku Kendra mencerminkan kecenderungan Munchausen by Proxy, meski dalam bentuk yang lebih digital dan simbolik. Ia tidak menyakiti Lauryn secara fisik, melainkan menciptakan situasi teror agar dirinya tetap menjadi pusat perhatian dan simpati. Melalui pesan anonim, Kendra mengatur narasi penderitaan putrinya, lalu tampil sebagai sosok pelindung. Dengan kata lain, ia menciptakan luka sekaligus menawarkan dirinya sebagai obat, sebuah siklus narsistik yang membuatnya merasa “dibutuhkan”. 

Dalam kacamata Freud, tindakan Kendra bisa dibaca sebagai manifestasi dari unconscious desire for control, semacam dorongan tak sadar untuk menjadi figur utama dalam kehidupan anaknya yang mulai dewasa. Ketika Lauryn memiliki pacar, muncul ancaman kehilangan peran dan kedekatan emosional. Alih-alih beradaptasi, Kendra “menulis ulang” kenyataan lewat pesan-pesan penuh teror, seolah memaksa dunia menatap pada dirinya lagi. 

Film ini tak hanya bicara tentang kejahatan siber, tapi juga tentang bagaimana era digital memperluas ruang bagi patologi psikis untuk mengekspresikan diri. Di tangan Borgman, layar ponsel menjadi medium psikoanalisis baru, tempat di mana kecemasan, obsesi, dan rasa kehilangan menemukan bentuk baru dalam pesan teks. 

Unknown Number menegaskan bahwa ancaman terbesar kadang datang bukan dari luar, tapi dari cinta yang salah arah. Borgman tak berusaha menjustifikasi Kendra, namun juga tak membuatnya hitam putih. Film ini justru memancing refleksi lebih dalam tentang bagaimana batas antara kasih sayang dan obsesi bisa mengabur, terutama dalam konteks keluarga modern yang terhubung 24 jam melalui teknologi. 

Bagi penonton yang gemar kisah kriminal dengan lapisan psikologis, film ini bukan hanya dokumenter tentang catfishing -melainkan potret sunyi tentang kebutuhan manusia untuk tetap relevan dalam kehidupan orang yang ia cintai, meski dengan cara yang paling kelam.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...