Skip to main content

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Obituari untuk Dwi Cahya Yuniman


Berita wafatnya Dwi Cahya Yuniman, yang akrab kami panggil Mas Niman, pada Senin sore, 15 September 2025, datang seperti petir di siang bolong. Begitu mendadak, begitu tak terduga. Pagi harinya ia masih sempat menuliskan ucapan selamat ulang tahun kepada seorang sahabat di grup, seakan memberi tanda kecil bahwa ia tetap hadir, sebelum akhirnya berpamitan untuk selamanya. 

Bagi banyak orang, Mas Niman bukan sekadar seorang pecinta musik. Ia adalah pusat gravitasi, sosok yang dengan caranya yang sederhana tapi penuh semangat berhasil mengikat orang-orang dalam lingkaran jazz yang hangat. Saya sendiri pertama kali mengenalnya lebih dari dua dekade lalu, di Common Room. Saat itu, Klab Jazz, komunitas yang didirikannya, tengah menyiapkan konser JazzAid: Jazz untuk Korban Tsunami. Dalam kesempatan itu, saya dan beberapa kawan diperkenalkan pada sebuah nama baru: KlabKlassik. 

Kami tampil dengan gitar klasik berempat. Formatnya agak janggal. Bukan ansambel, melainkan solo bergantian. Namun justru dari momen itu lahir satu sejarah kecil: lahirnya KlabKlassik, sebuah komunitas yang kemudian bertahan belasan tahun lamanya. Sejak hari itu, dalam hati kami selalu terpatri satu hal: Mas Niman-lah yang melahirkan KlabKlassik. 

Setelah pertemuan pertama itu, jejak kami semakin sering bersinggungan. Saya kerap terlibat dalam berbagai kegiatan Klab Jazz, kadang sebagai panitia, kadang pula sebagai pengisi acara. Tahun 2016 menjadi titik penting: Mas Niman memberi saya kesempatan tampil untuk pertama kalinya dalam format pemusik jazz dengan nama Syarif and His Lovely Friends. Sejak saat itu, hampir tiap dua hingga tiga bulan, ia selalu mengajak saya naik ke panggung. Saya tahu kemampuan saya terbatas, tapi Mas Niman selalu menyalakan api percaya diri: “Pede saja, musik itu untuk dinikmati.” Dari ucapannya itu, saya belajar bahwa musik bukanlah soal kesempurnaan teknis, melainkan soal keberanian membagikan rasa. 

Perjalanan kreatif Mas Niman juga menembus batas antara musik dan sastra. Sekitar tahun 2018 atau 2019, ia menggagas Jazz Poet Society, sebuah inisiatif yang menyisipkan puisi di tengah gelaran jazz. Dari situ, setiap konser Klab Jazz tidak lagi sekadar peristiwa musikal, tapi juga perjumpaan lintas bahasa, lintas rasa: antara nada dan kata. Kehadirannya membuat suasana lebih hidup, lebih reflektif, dan lebih puitis. 

Namun, lebih dari semua itu, Mas Niman adalah pecinta jazz sejati. Ia tidak datang dengan analisis rumit atau teori panjang, ia hadir dengan hati. Ia tahu mana yang enak, mana yang asyik, mana yang menggugah, dan ia menikmatinya tanpa pretensi. Ia bukan hanya penikmat, tapi juga seorang pencium bakat. Dari panggung-panggung Klab Jazz yang ia kelola dengan penuh cinta, muncul generasi demi generasi musisi muda. Banyak dari mereka yang kemudian menjulang tinggi, menemukan panggungnya sendiri, berkelana jauh, tapi tetap membawa jejak awal dari sebuah komunitas bernama Klab Jazz, jejak yang tak lepas dari sentuhan tangan Mas Niman. 

Kini, ketika ia telah berpulang, kami mengenangnya bukan dengan air mata semata, tapi juga dengan nada-nada yang pernah ia hidupkan. Ia mengajarkan bahwa musik adalah ruang bersama, tempat siapa pun boleh hadir, berpartisipasi, dan merasa berarti. 

Selamat jalan, Mas Niman. Tiupan Miles Davis semoga mengiringi langkahmu menuju surga. Jazz yang kau cintai akan terus bergema, bersama kenanganmu, dalam hati kami.

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...