Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
Judul Buku : Manusia dan Teknologi dalam 2001: A Space Odyssey
Genre : Filsafat, Film Studies
Objek Kajian : 2001: A Space Odyssey (1968) karya Stanley Kubrick
Penulis : Syarif Maulana
Penerbit : Garasi10
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : 113
Harga : Rp. 40.000
Ulasan
Tahun 2001 sudah lewat. Ramalan Kubrick tentang superkomputer semacam HAL 9000, perjalanan ke Yupiter, hingga tegaknya monolit di sejumlah tempat tidak sepenuhnya terbukti. Namun keakurasian ramalan Kubrick bukanlah sesuatu yang patut dipersoalkan. Kita tahu bahwa ada akurasi yang jauh lebih bisa diambil relevansinya, yaitu pertanyaan tentang paradoks dunia manusia kontemporer: Apakah kemungkinan terbesar yang ditawarkan oleh potensi manusia, justru adalah faktor terbesar yang membuat manusia ter-dehumanisasi –tereduksi kemanusiannya? Apakah kita melihat diri kita sebagai Moon-Watcher yang bertahan hidup dengan menggunakan alat, atau sudah menjadi Bowman dan Poole yang diperbudak oleh alat itu sendiri? Apakah kita memahami teknologi sebagai kacamata yang membuat dunia terlihat sebagai suatu tempat yang harus terus menerus dieksploitasi demi kehidupan manusia? Apakah kita melihat teknologi sebagai suatu sarana untuk mengakhiri hidup manusia lainnya –atau justru malah mengakhiri hidupnya sendiri-?
Testimoni
"Contoh kajian mendalam atas salah satu film paling filosofis dan spektakuler sepanjang jaman, 2001: A Space Odyssey. Rujukannya luas, logikanya tangkas, gaya bahasanya santai dan cerdas." -Bambang Sugiharto (Guru Besar Filsafat Unpar)
"Melalui film yang dikajinya
Syarif Maulana mengajak kita berpikir sekaligus merenungi kehadiran
teknologi yang ternyata merupakan pedang bermata dua: manusia
mengembangkannya tanpa banyak menyadari bahwa sebenarnya ia mengancam
manusia itu sendiri, baik secara fisik maupun mental. Teknologi membuat
manusia percaya diri, tapi dengan itu sekaligus diri menjadi hilang di
dalamnya. Demikianlah, buku ini mengirim makna, yang sebelumnya mungkin
tidak pernah kita duga." - Acep Iwan Saidi (Ketua Forum Studi Kebudayaan, Dosen Desain dan Media di Pascasarjana ITB)
"Perlu suatu pengetahuan khusus dalam mengapresiasi film tertentu yang secara sosio-estetika termasuk tinggi. Buku ini sangat membantu!" - Awal Uzhara (Sutradara, lulusan Institut Sinematografi Gerasimov, Moskow)
Pemesanan dapat langsung dengan menghubungi penulis via email ke syarafmaulini@gmail.com.
Selamat Syarif, akhirnya. Segera mencari buku itu :D
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete