Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2025

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Musik Latar di Kafe: Gangguan Menyenangkan dan Pemecah Keheningan

(artikel diturunkan dari Pop Hari Ini )  Sebagai orang yang mencari nafkah dari menulis, faktor suasana merupakan hal yang krusial dalam membangun mood agar bisa menuangkan kata-kata ke dalam tulisan dengan lancar. Atas dasar itu, saya sering mencari kafe yang nyaman dengan pertimbangan tidak hanya makanan dan kopinya yang enak ataupun suasananya yang tenang, melainkan juga musik apa yang biasa diputar. Musik ini, bagi saya, sangat mempengaruhi mood dan konsentrasi.  Kafe yang memutar musik populer seperti misalnya Tulus atau Adhitia Sofyan tentu bagus dan membuat suasana menjadi hidup. Namun hati-hati dengan popularitas sebuah lagu, yang bisa jadi malah menghanyutkan kita untuk ikut bernyanyi, alih-alih berkonsentrasi memeras gagasan. Menulis melibatkan proses berpikir dan proses berpikir tidak jarang dilakukan dengan cara “berdialog dengan diri sendiri”. Bagaimana mungkin bisa berdialog dengan lancar jika ada “gangguan menyenangkan” berupa nyanyian misalnya: “ Ku percaya s...

Obituari untuk Dwi Cahya Yuniman

Berita wafatnya Dwi Cahya Yuniman, yang akrab kami panggil Mas Niman, pada Senin sore, 15 September 2025, datang seperti petir di siang bolong. Begitu mendadak, begitu tak terduga. Pagi harinya ia masih sempat menuliskan ucapan selamat ulang tahun kepada seorang sahabat di grup, seakan memberi tanda kecil bahwa ia tetap hadir, sebelum akhirnya berpamitan untuk selamanya.  Bagi banyak orang, Mas Niman bukan sekadar seorang pecinta musik. Ia adalah pusat gravitasi, sosok yang dengan caranya yang sederhana tapi penuh semangat berhasil mengikat orang-orang dalam lingkaran jazz yang hangat. Saya sendiri pertama kali mengenalnya lebih dari dua dekade lalu, di Common Room. Saat itu, Klab Jazz, komunitas yang didirikannya, tengah menyiapkan konser JazzAid: Jazz untuk Korban Tsunami. Dalam kesempatan itu, saya dan beberapa kawan diperkenalkan pada sebuah nama baru: KlabKlassik.  Kami tampil dengan gitar klasik berempat. Formatnya agak janggal. Bukan ansambel, melainkan solo bergantian....

Apa yang Sedang Dikerjakan Martin Suryajaya dalam Principia Logica?

Buku Principia Logica (2022) terbitan Gang Kabel adalah perluasan disertasi Martin Suryajaya yang berhasil dipertahankan akhir tahun 2021 demi mendapatkan gelar doktor filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Buku tersebut tampak “angker” kemungkinan atas dua alasan: tebalnya yang mencapai delapan ratus-an halaman (dua kali lipat disertasi Martin) dan juga judulnya. Judul tersebut mengandung kata “logica”, yang bisa terbayang isinya adalah tentang logika, tetapi lebih dari itu, logika yang dibahas adalah hal-hal prinsipilnya (“ principia ”). Mengapa menakutkan? Logika sendiri sudah dipandang sebagai hal prinsipil dalam berpikir, sementara yang akan dibahas Martin adalah hal prinsipil yang melandasi logika, sehingga tergambar bahwa isinya adalah: hal prinsipil tentang hal prinsipil .  Atas dasar itu, saya merasa perlu untuk membacanya sampai tuntas dan menuliskan kembali dalam suasana yang “tidak terlalu angker”, supaya setidaknya para pembaca yang kurang familiar dengan t...

"Unknown Number: The High School Catfish" (2025): Teror yang Dekat dan Ibu yang Tak Pernah Pergi

Peringatan: ulasan ini mengandung spoiler.   Netflix tampaknya terus menegaskan dominasinya dalam genre true crime documentary lewat film Unknown Number: The High School Catfish (2025), arahan Skye Borgman, sutradara yang sebelumnya juga menggarap Girl in the Picture dan Abducted in Plain Sight . Namun kali ini, kisah yang diangkat terasa lebih dekat dan mengusik: bagaimana ancaman paling berbahaya bisa muncul bukan dari dunia maya yang asing, melainkan dari seseorang di dalam rumah sendiri.  Film ini mengikuti kisah nyata Lauryn Licari, seorang remaja Amerika, dan pacarnya, Owen McKenny, yang mulai menerima pesan teks bernada ancaman dan pelecehan dari nomor tak dikenal sejak Oktober 2020. Setelah sempat berhenti, pesan itu kembali datang pada September 2021 dan berlangsung selama lebih dari 15 bulan. Isi pesannya penuh dengan hinaan, ancaman, bahkan komentar seksual terhadap Owen. Keluarga dan pihak sekolah panik; penyelidikan melibatkan kepolisian setempat hingga FBI. Nam...