Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
Imajinasi mungkin bisa diduga sebagai kemampuan khas manusia. Imajinasi membuat kita mampu membayangkan hal-hal yang tidak ada di hadapan atau bahkan belum ada. Kita bisa mengimajinasikan bagaimana masa depan hidup bersama seseorang meski hal tersebut belum terjadi. Kita bisa mengimajinasikan kebahagiaan meski kebahagiaan itu belum dirasakan sekarang. Kita bisa mengimajinasikan Tuhan dan hidup setelah mati meskipun sebagian dari bayangan tersebut dibangun dari unsur-unsur yang pernah kita ketahui secara pasti: wujud Tuhan mungkin kita bayangkan sebagai cahaya yang besar (maka itu harus pernah melihat cahaya) dan kehidupan setelah mati kita bayangkan sebagai suatu tempat yang indah dengan sungai mengalir (maka itu harus pernah berada di sebuah tempat yang indah dan pernah melihat sungai mengalir). Imajinasi juga dapat berupa suatu kondisi masyarakat yang ideal. Misalnya, masyarakat yang setiap individunya tidak memiliki suatu properti pun secara pribadi karena semuanya dikelola ber...