Skip to main content

Komentar atas Madilog (Bab Filsafat)

Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi. Tan Malaka menempatkan Friedrich Engels sebagai sosok kunci dalam menuntun manusia keluar dari kekacauan berpikir mistik menuju pemahaman filsafat yang ilmiah dan materialis. Dengan menyebut Engels sebagai “penunjuk jalan,” ia menegaskan pentingnya p...

Blade Runner (1982): Distopia yang Masokistik



Meskipun reputasinya sudah beberapa kali saya dengar, namun baru semalam saya kesampaian nonton film Blade Runner. Ekspektasi ketika memutar film ini cukup tinggi. Saya sedang enggan berpikir yang berat-berat sehingga berharap bahwa film ini akan berisi aksi-aksi menawan sehubungan dengan yang main adalah Harrison Ford. Namun lama kelamaan disaksikan, 10 menit; 20 menit; 30 menit; hingga satu jam; saya mulai merasakan bahwa film ini tidak ada tendensi ke arah laga. Film ini punya bau-bau filosofis yang membuat saya paham mengapa Mas Ismail Reza beberapa kali mengangkat wacana untuk mendiskusikan film ini. Jika hanya sekadar film laga, untuk apa kita berdiskusi, kan?

Blade Runner mengambil tempat di tahun 2019. Sebuah situasi distopia masa-depan yang ditandai salah satunya oleh terciptanya kloning manusia bernama replicant. Replicant versi terbaru, yakni Nexus 6, adalah replicant yang paling menyerupai manusia dari segi baik emosi maupun intelegensia. Untuk apa replicant ini diciptakan? Tadinya hanya sebatas sebagai budak untuk mengerjakan koloni manusia di luar sana, bernama Off-World Colonies. Tapi akhirnya beberapa replicant sukses kabur dari pekerjaannya dan berkeliaran di bumi. Berkeliarannya replicant ini tidak hendak dibiarkan begitu saja. Diutus polisi rahasia untuk memburu dan "mempensiunkan" para replicant yang kabur tersebut. Polisi rahasia itu disebut dengan Blade Runner. Salah satu yang paling aktif dan diandarlkan adalah Rick Deckard yang diperankan oleh Harrison Ford.

Mendengar kilas ceritanya, kita seperti akan digiring ke film semacam Terminator. Yang terbayangkan adalah Deckard memburu satu demi satu para replicant dan membunuhnya dengan keji. Namun kemudian, berbagai visualisasi yang ditampilkan, pertama, membuat film ini terasa punya nuansa seperti film science-fiction milik David Lynch yakni Dune. Baik Dune maupun Blade Runner keduanya punya tone color film yang khas, yang terihat riang gembira di permukaan namun kita susah sekali untuk tertawa karena sadar bahwa ke-distopia-annya dipenuhi hal-hal yang satir. Kedua, Blade Runner pada akhirnya lebih fokus pada urusan psikologis ketimbang hendak pamer pandangan-pandangan futuristik sang sutradara, Ridley Scott (meski ia menampilkan dengan sukses benda-benda futuristiknya seperti Spinner alias mobil terbang). Blade Runner banyak berkutat dengan kegalauan Deckard sebagai seorang pemburu replicant, yang disebabkan oleh indikasi implisit bahwa ia pun adalah seorang replicant, serta rasa kekagumannya yang aneh pada replicant bernama Rachael, sekaligus juga pada yang antagonis bernama Roy Batty, yang punya sisi jahat sekaligus baik. 

Walhasil, Blade Runner, dengan tempo film yang sangat lambat, mungkin akan mengecewakan bagi mereka yang sudah kadung berharap film Ridley Scott ini akan seatraktif film ia yang sukses sebelumnya, Alien (1979). Namun simak bagaimana Scott sesungguhnya cukup puas dengan Blade Runner. Ia merasa berhasil menyuguhkan "pengalaman akan rasa sakit" lewat situasi distopia yang membingungkan plus keterpukulan psikologis seorang Deckart. Blade Runner memang menjadi satu diantara sedikit film-film Hollywood yang tidak terlalu pro-pasar. Reputasinya baru belakangan saja dipulihkan, ketika pada masanya lebih banyak dicibir karena membosankan dan tidak jelas. 

Jauh setelah masa pemutarannya, Blade Runner direhabilitasi dengan sentuhan-sentuhan interpretasi filosofis. Ada yang mengatakan bahwa Roy Batty adalah sosok superman seperti yang digadang-gadang oleh filsuf Friedrich Nietzsche. Batty diciptakan sebagai budak namun akhirnya maju tampil melampaui dirinya dan akhirnya membunuh kreatornya sendiri, Dr. Tyler. Inilah sosok superman yang diidamkan Nietzsche, yang bisa menjadikan dirinya dari sosok bermental budak menjadi sosok bermental tuan. Ada juga yang mengatakan bahwa Blade Runner dipenuhi oleh simbolisasi mata (Freemason [lagi]??). Namun apapun interpretasi yang dikembangkan tentang film ini, Scott sepenuhnya benar bahwa Blade Runner punya nuansa "masokistik" yang amat kental. Kita merasakan suatu sakit yang nikmat ketika menikmati adegan demi adegan yang seringkali tak punya penjelasan.  

Comments

Popular posts from this blog

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...