Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
Jika kamu terjebak dalam situasi seperti ini, apa yang kamu lakukan? Saya tahu istilah mexican standoff dari film-film Quentin Tarantino. Ia sering sekali, atau bisa dibilang selalu, menyelipkan adegan seperti ini di karyanya. Mexican standoff adalah posisi sama kuat yang mana kedua pihak mengalami keadaan yang sama-sama berbahaya, sama-sama terjepit, dan mesti ada kompromi yang serius agar keduanya bisa selamat. Istilah ini biasa dipakai dalam film koboi ketika dua atau lebih gunman sedang saling todong senjata. Namun situasi mexican standoff bisa kita temui dalam berbagai problem etis. Ada dua hal yang bisa dilakukan dalam situasi seperti ini: 1. Mundur. Kedua-duanya tidak menembak meskipun ini butuh persetujuan dari keduanya. Biasanya ini dilakukan setelah diplomasi lewat dialog. 2. Pre-emptive strike atau menembak duluan. Ini adalah inisiatif dari masing-masingnya untuk menembak sebelum ditembak. Sesuatu yang pasti menimbulkan korban. Sehubungan dengan dialog saya dengan kawan...