Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
(Hasil diskusi dengan Dwihandono Ahmad yang dituliskan sebagai suplemen kelas Egoisme dan Altruisme dalam Seni Rupa yang diselenggarakan oleh NuArt Sculpture Park bersama Rakarsa Foundation, Sabtu, 25 September 2021) Egoisme dan Altruisme Egoisme dan altruisme merupakan konsep yang sering dipertentangkan dalam koridor etika normatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan berkenaan dengan egoisme dan altruisme, penting kiranya untuk mengulas tentang apa itu etika normatif. Etika normatif ini adalah cabang pembahasan dari etika atau filsafat moral. Selain etika normatif, ada juga meta-etika dan etika terapan. Masing-masingnya dapat dijelaskan dalam uraian singkat berikut ini: Meta-etika adalah cabang kajian etika yang membahas terkait hakikat dari kata “baik”, “wajib”, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa meta-etika membahas suatu struktur di balik pembahasan mengenai etika. Contoh dalam pernyataan sehari-hari: “Kita terus-terusan membahas apa yang baik, tetapi kata ‘baik’ itu sendiri...