Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
Sejak langganan TV Kabel, saya jadi rajin nonton saluran NBATV. Karena ya, kita tahu, sudah sejak lama saluran televisi lokal tidak lagi menayangkan pertandingan basket NBA. Saya memang bukan penggemar basket sejati, tapi keberadaan NBATV ini lumayan menghibur (ketika saluran lain sedang tidak seru). Berbeda dengan NBA yang pertandingannya umumnya dilakukan di pagi hari waktu Indonesia, ada juga Eurobasket yang ditayangkan pada saat dini hari (biasanya di saluran Eurosports). Jika bicara kualitas permainan, tentu saja NBA lebih menyenangkan untuk ditonton. Selain karena pemainnya lebih berkualitas (tanpa merendahkan kualitas pemain Eropa), NBA juga sukses mengemas kompetisinya menjadi panggung hiburan besar -alih-alih tayangan olahraga biasa-. Meski demikian, ada hal menarik yang dapat diperhatikan dari perbedaan antara dua kompetisi ini, yaitu sikap penonton dalam mendukung tim kesayangannya. Penonton NBA tentu saja ramai. Mereka kompak meneriakkan " Defense ! Defense !...