Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2020

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Paku dan Hal-Hal yang Tidak Perlu Kita Ketahui Tentangnya

(Ditulis sebagai pengantar pameran Ridwan S. Iwonk di Festival Merawat Beda yang diselenggarakan oleh Komuji Indonesia, 22 September – 6 Oktober 2020 di Rumah Komuji, Bandung) Mari membicarakan paku dari berbagai perspektif. Misalnya, kondisi negeri kita sekarang ini, punya andil benda bernama paku di dalamnya. Iya, kita mencoblos gambar para wakil rakyat, dengan paku yang tajam, seolah-olah kita tancapkan harapan ke dada mereka. Selain itu, jangan lupakan juga dunia klenik di Indonesia, yang menjadikan paku sebagai benda penting untuk dimasukkan pada tubuh orang yang disantet (kelihatannya belum ada perkakas lain yang lebih seram untuk menggantikan paku). Lebih serius lagi, spiritualitas umat Kristiani dibangun salah satunya oleh benda bernama paku, yang digunakan sedemikian kejamnya, sehingga meneteskan begitu banyak darah Sang Mesias yang bersimbah di sepanjang Via Dolorosa . Darah itu bukan sembarang darah, melainkan darah yang menebus dosa umat manusia.  Kita paksakan untuk me...

Jika Kata Anjay Dilarang ...

Beberapa hari belakangan ini, netizen dihebohkan (iya, memang hanya netizen yang sering merasa heboh, orang di luar jaringan, kelihatannya, biasa-biasa saja tuh) oleh larangan kata "anjay" yang dikeluarkan oleh Komnas PA, berdasarkan "aduan masyarakat" - yang jika ditarik, bermula dari aduan Lutfi Agizal (semacam figur publik yang saya tidak tahu karena saya kurang gaul) -. Tentu saja, kritik muncul di mana-mana, karena, mengapa ucapan harus dilarang, meski katanya kasar? Jika ditilik-tilik, apakah memang iya, kata "anjay" itu kasar? Lalu, jika larangan tersebut benar-benar diberlakukan dan sifatnya mengikat secara hukum, kira-kira apa yang bakal terjadi pada masyarakat kita? Gambar diambil dari sini . Saya tiba-tiba ingat film tahun 2010 berjudul The King's Speech yang bercerita tentang Raja George VI yang gagap. Kegagapannya ini tentu saja menjadi masalah bagi seorang raja yang harus sering bicara di hadapan publik. Apalagi, konteks Raja George VI a...