Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri. Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...
Ditulis sebagai suplemen mata kuliah “Isu-Isu Desain Kontemporer”, Pascasarjana FSRD ITB, 18 Februari 2019. Pengantar Dalam musik, memang jarang sekali muncul istilah “desain”. Kalaupun ada, biasanya tidak secara langsung berasal dari musik itu sendiri, melainkan pada hal-hal di selingkarannya, seperti mendesain kostum musisi, mendesain ruang pertunjukan beserta akustiknya, dan hal-hal yang biasanya bersifat “visual”. Musik, sebagai apa yang disebut Edgar Varese sebagai “bunyi yang terorganisasi”, memang jauh dari kata desain, karena kemungkinan, desain sudah terlampau lekat dengan apa yang terlihat, sehingga jarang sekali kita dengar kalimat misalnya: “musik yang didesain”. Padahal, sebagaimana halnya aspek-aspek visual (yang secara stereotip: juga bersifat fungsional) yang kita semua tahu, musik juga timbul dari sebuah proses desain. Kita mulai dari yang paling dekat dengan visual dulu: Membuat musik, pada salah satu prosesnya, adalah mendesain visual dalam ben...