Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2018

Makanya, Mikir! (2025): Cara Populer Menghidupkan Neoliberalisme Intelektual dan "Filsafat Babi"

Makanya, Mikir! karya Cania Citta dan Abigail Limuria telah menjadi salah satu buku nonfiksi yang paling disukai oleh pembaca muda dalam beberapa bulan terakhir. Semangat logika, rasionalitas, dan berpikir kritis adalah pilar dalam buku ini. Sebuah seruan yang menyejukkan di tengah wacana publik yang penuh dengan perselisihan politik dan emosi. Namun, di balik ajakan yang baik itu, ada masalah: buku yang menyerukan ajakan “berpikir kritis” ini justru hampir tak pernah menjadi objek pikiran kritis itu sendiri.  Penerimaannya di tempat umum menunjukkan paradoks yang menarik. Buku ini segera disambut sebagai bacaan yang cerdas tanpa perlu diuji berkat branding intelektual para penulisnya, dua figur yang terkenal di media sosial karena sikap rasional dan ilmiah mereka. Ulasan di toko buku online dan media sosial nyaris semuanya memuji. Di sinilah ironi itu muncul: sebuah buku yang mengajak untuk tidak mudah percaya , justru diterima karena kepercayaan penuh terhadap otoritas...

Mengapresiasi Mercusuar Merah: Ikhtiar akan Teater Perubahan

Di sebuah acara bernama Malam Ide yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan Prancis di Bandung, saya dengan semangat mengundang Mercusuar Merah untuk mengisi salah satu mata acara dengan menampilkan teater. Teaternya seperti apa, saya tidak benar-benar tahu. Saya hanya kenal baik sosok di baliknya: Mohamad Chandra Irfan, pribadi yang progresif, revolusioner, dan kritis terhadap bentuk-bentuk teater yang terlampau konvensional.  Lalu saya, kami semua, pengunjung Malam Ide, benar-benar menantikan apa yang akan ditampilkan Chandra dan kawan-kawan. Properti mereka sederhana sekali: hanya kursi-kursi yang memang sudah ada, baju-baju yang digantung, serta mikrofon. Lalu lagu berjudul Internationale diputar pertanda pertunjukan dimulai. Para pemain tidak langsung tampil di atas panggung. Mereka menyalami semua hadirin dulu dengan berkeliling seperti sedang halal bi halal.  Chandra kemudian mengendalikan mikrofon. Ia bicara tidak dengan dramatisasi vokal yang biasa...

Kelas Kajian Eksistensialisme: Nietzsche Ya Nietzsche

*) Ditulis sebagai pengantar Kelas Kajian Eksistensialisme: Friedrich Nietzsche di Garasi10, 8 Januari 2018. Nietzsche dan Eksistensialisme  Ketika membicarakan para pemikir eksistensialisme, nama Friedrich Nietzsche (1844 - 1900) tidak selalu secara otomatis dikait-kaitkan. Alasannya, kemungkinan, selain dia tidak sering membawa-bawa kata “eksistensi” dalam tulisan-tulisannya, Nietzsche juga tampak sebagai pemikir yang soliter dan berdikari di tengah sejarah pemikiran - artinya, ia tidak mudah digolongkan pada “isme-isme” apapun. Nietzsche ya Nietzche-.  Pertanyaannya, mengapa ia tampak sebagai pemikir yang soliter dan berdikari? Ada beberapa penyebab: Pertama, Nietzsche benar-benar otentik. Ia menulis dalam suatu rasa muak yang kuat terhadap zaman, sehingga kita yang membacanya, turut merasakan mual di perut. Tulisannya benar-benar mencerminkan suatu kemarahan yang hebat dan merusak - yang membuat siapapun rasanya tidak mungkin membaca Nietzsche dalam seka...